Pasca Putusan WTO, Malaysia Pantau Perubahan Pembatasan Biodiesel UE
"Pemerintah Malaysia akan memantau setiap perubahan pada peraturan Uni Eropa agar sesuai dengan temuan WTO dan melanjutkan proses kepatuhan jika diperlukan," ujar Menteri Perkebunan dan Komoditas Johari Abdul Ghani, pada Rabu (6/3).
Malaysia, produsen minyak kelapa sawit terbesar kedua di dunia, telah menggambarkan peraturan energi terbarukan Uni Eropa sebagai peraturan yang diskriminatif. Pada tahun 2021, Malaysia meminta WTO untuk memeriksa peraturan yang membatasi penggunaan bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa sawit di blok tersebut.
Berdasarkan peraturan tersebut, bahan bakar berbasis minyak kelapa sawit tidak dapat lagi dianggap sebagai bahan bakar transportasi terbarukan dan akan dihapuskan secara bertahap pada tahun 2030. Uni Eropa telah menetapkan bahwa budidaya kelapa sawit menyebabkan deforestasi yang berlebihan.
Johari mengatakan bahwa laporan WTO tersebut menemukan kesalahan dalam aturan Uni Eropa mengenai perubahan penggunaan lahan secara tidak langsung yang melarang penggunaan bahan bakar nabati dari kelapa sawit. Laporan WTO juga menemukan kesalahan pendekatan Uni Eropa dalam memberitahukan dan berkonsultasi dengan negara-negara lain ketika memperkenalkan langkah-langkah perdagangan yang baru.
"Keputusan WTO ini menunjukkan klaim diskriminasi Malaysia memang benar adanya," ujar Johari. Ia mengatakan pemerintah Malaysia akan terus membela kepentingan para pelaku industri bahan bakar nabati kelapa sawit dari berbagai hambatan perdagangan.