IEA Sebut Tenaga Surya Bakal Jadi Raja Baru Pasar Listrik Dunia

Sorta Tobing
14 Oktober 2020, 16:27
iea, badan energi internasional, energi baru terbarukan, ebt, plts, emisi karbon, perubahan iklim
ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA
Badan Energi Internasional atau IEA memperkirakan pembangkit listrik tenaga surya atau PLTS akan mengalami pertumbuhan pesat dalam beberapa tahun ke depan.

Sebagian besar dari upaya itu harus berfokus pada sektor industri, seperti pabrik batu bara, baja, dan semen. Hitung-hitungan IEA menunjukkan, apabila infrastruktur energi yang ada saat ini terus beroperasi dengan cara yang sama, maka suhu bumi dapat naik hingga 1,65 derajat Celcius.

Untuk mencapai visi dunia bebas emisi di 2050, perlu langkah dramatis dalam 10 tahun ke depan. Penurunan emisi sebesar 40% di 2030 artinya 75% pembangkit listrik di dunia memakai energi baru terbaruk (EBT) dan 50% kendaraan memakai listrik.

Badan Energi Terbarukan Internasional (IRENA) sebelumnya mencatat lapangan kerja baru dari sektor EBT mencapai 11,5 juta pada 2019. Jumlah itu naik 4,4% dibandingkan tahun sebelumnya, sekaligus melanjutkan peningkatan sejak 2012.

Lapangan kerja di sektor energi terbarukan paling banyak berasal dari panel surya, yakni 3,8 juta. Posisi selanjutnya diisi oleh biofuel dengan 2,5 juta pekerjaan, tenaga air 2 juta pekerjaan, dan tenaga angin 1,2 juta pekerjaan.

Perubahan Iklim Akibatkan Bencana Cuaca

Perserikatan Bangsa-Bangsa alias PBB, melansir dari VoA Indonesia, memperingatkan jumlah orang yang membutuhkan bantuan kemanusiaan meningkat 50% pada 2030 dibandingkan dua tahun lalu. Pada 2018, sebanyak 108 juta orang membutuhkan bantuan tersebut.

Bencana cuaca, seperti gelombang panas, pemanasan global, kebakaran hutan, badai, kemarau, dan peningkatan jumlah topan terjadi lebih banyak setiap tahun. Badan Meteorologi Dunia atau WMO mengatakan ada 11 ribu bencana terkait cuaca dan iklim selama 50 tahun terakhr. Hal ini menyebabkan dua juta kematian dan menimbulkan kerugian ekonomi sebesar US$ 3,6 triliun.

Jumlah rata-rata kematian dari masing-masing bencana cuaca menurun sepertiga setiap tahun. Namun, jumlah bencana dan kerugian ekonominya terus meningkat.

“Sementara Covid-19 menyebabkan kirisis kesehatan dan ekonomi yang besar, penting untuk mengingat perubahan iklim akan terus meningkatkan ancaman kehidupan manusia, ekosistem, dan ekonomi hingga berabad-abad mendatang,” Sekretaris Jenderal WMO Petteri Taalas.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...