Segmen Sepeda Motor dalam Bidikan Bisnis Baterai RI

Image title
30 Maret 2021, 18:02
indonesia battery corporation, ibc, baterai, mobil listrik, bumn, inalum, pertamina, pln, antam
123rf.com/gmast3r
Ilustrasi sepeda motor listrik

Pergeseran segmen pembuatan baterai listrik dari roda empat ke roda dua, menurut dia, bisa terjadi lantaran tekanan dari produsen mobil yang belum siap melakukannya. Namun, konsumen sepeda motor pun akan sulit menerimanya karena mayoritas penggunanya berasal dari kelas menengah ke bawah. 

Bhima pun menyarankan agar pemerintah tidak gampang silau dengan adopsi baterai untuk kendaraan roda dua. Di negara manapun selalu mulai dari mobil listrik karena persoalan harga. “Produknya dibeli segmen menengah ke atas dengan pertimbangan lingkungan yang relatif tinggi, dibanding kelas konsumen lainnya," katanya.

Saat dikonfirmasi kembali, Ketua Tim Percepatan Pengembangan Proyek Baterai Kendaraan Listrik Agus Tjahjana Wirakusumah mengatakan pemerintah masih tetap berencana untuk menyasar sektor baterai listrik kendaraan roda dua dan pasar stabilisator baterai. 

Beberapa investor asing telah menyatakan tertarik masuk dalam bisnis itu. Contemporary Amperex Technology (CATL) asal Tiongkok dan LG Chem dari Korea Selatan bakal menggelontorkan dana dalam jumlah besar.

Namun, menurut Agus, harus ada kesepakatan kerja sama terlebih dahulu dengan kedua perusahaan itu. "Tunggu hasil studi bersama, baru diputuskan," kata dia.

PLN Electric Vehicle Charging Station Introduction
Stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) PLN.  (Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA)

Peluang RI Jadi Produsen Baterai Dunia

Direktur Riset Center Of Reform on Economics Piter Abdullah Redjalam menilai ada dua faktor utama yang membuat Indonesia mempunyai peluang untuk menjadi raksasa penghasil baterai di dunia. Pertama, memiliki sumber daya alam untuk membuat baterai. Kedua, mempunyai pasar dalam negeri yang besar.

Untuk merealisasikannya butuh jalan panjang dan berliku. Misalnya, bagaimana meyakinkan industri otomotif yang ada saat ini. "Setahu saya mereka tidak menolak, justru mendukung. Tetapi mereka perlu diyakinkan dengan tahapan-tahapan yang sesuai," kata dia.

Pemerintah sedang membuat peta jalan atau roadmap pembangunan industri baterai tersebut. Penyediaan infrastruktur ke depan juga harus masuk di dalamnya. Dengan begitu, industri otomotif mau bergerak cepat menyesuaikan diri. 

Insentif menjadi kunci penting dalam proses pengembangan kendaraan listrik di Indonesia. Transisi kendaraan ini perlu biaya besar bagi produsen otomotif. “Misalnya, mereka mungkin harus mengubah pabrik dan sebagainya, juga akan mengalami penurunan produksi terlebih dahulu," ucap Piter.

Secara keseluruhan, tantangan terbesarnya adalah fokus dan konsistensi kebijakan pemerintah. Ini adalah penentu keberhasilan sekaligus bisa menjadi hambatan terbesar. "Pemerintah umumnya lemah di sini," ujarnya. 

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan negara ini jelas memiliki peluang menjadi produsen baterai terbesar. Sumber daya yang dimiliki untuk bahan baku cukup melimpah. 

Potensi pasar dan integrasi rantai pasok dari hulu hingga hilir terbuka lebar. “Perkiraannya, biaya produksi baterai di Indonesia juga bisa lebih murah dibandingkan di Tiongkok," kata Fabby.

Seperti diketahui, pemerintah menargetkan penggunaan 2 juta mobil listrik dan 13 juta motor listrik pada 2030. Hal ini sejalan dengan pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 55 tahun 2019 tentang percepatan program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai untuk transportasi jalan.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan dengan pertumbuhan kendaraan bermotor yang tinggi, ketergantungan terhadap bahan bakar minyak atau BBM pun terus meningkat. Konsumsinya mencapai 1,2 juta barel per hari dan sebagian besar merupakan produk impor.

Kementerian ESDM sedang menyusun strategi besar penggunaan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai atau KBLBB. Target pengurangan impornya setara 77 ribu barel minyak per hari (BOPD).

Dengan penggunaan 2 juta unit mobil listrik dan 13 juta unit motor listrik, penghematan devisanya mencapai US$ 1,8 miliar atau sekitar Rp 25,4 triliun. “Penurunan emisi karbondioksidanya mencapai 11,1 juta ton,” kata Arifin beberapa waktu lalu.

Kementerian juga telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2020 tentang penyediaan infrastruktur pengisian listrik. Termasuk di dalamnya rencana pembangunan SPKLU dan stasiun penukaran baterai kendaraan listrik umum (SPBKLU). Targetnya, pembangunan SPKLU dapat mencapai 2.400 titik di 2025. Lalu, SPBKLU di 10 ribu titik.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...