Krisis Batu Bara PLN Jadi Peringatan RI untuk Kebut Transisi Energi
Skenario ini menurut Surya penting agar Indonesia tidak terjebak lagi dalam permasalahan yang sama seperti krisis batu bara PLN. Karena itu, harmonisasi antara penyiapan pembangkit energi terbarukan dan penurunan penggunaan energi yang bergantung pada PLTU akan membawa krisis baru jika tidak dipersiapkan dengan matang.
Apalagi, pengembangan energi terbarukan sendiri memerlukan waktu. Sehingga sarana dan infrastruktur serta regulasi yang mendukung perlu segera diselesaikan, seperti RUU EBT contohnya.
"Jangan lagi kita bicara kiri kanan. Fokus saja. Jangan kita terjebak lagi pada wacana yang tidak menentu. RUU ET sudah beberapa tahun dibahas, tapi masih saja molor terus," ujarnya.
Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) Priyandaru Effendi menilai dengan adanya krisis pasokan batu bara yang baru-baru ini terjadi, dia berharap pengembangan panas bumi di Indonesia mulai digalakkan kembali. Sekalipun saat ini dengan harga yang cukup tinggi di awal pengembangannya.
Pasalnya, panas bumi satu-satunya energi terbarukan yang sanggup menggantikan peran energi fosil. Khususnya sebagai supply base load dengan faktor ketersediaan rata-rata 95%.
"Dalam melaksanakan bauran energi, masing-masing energi jangan dikompetisikan harganya, tapi komplementer untuk mendukung program ketahanan dan kemandirian energi," ujar Priyandaru.
Menurut dia jika intangible benefit panas bumi dihitung, seperti faktor lingkungan, maka jenis energi terbarukan ini akan sangat kompetitif jika dibandingkan dengan energi fosil.