Meneropong Pertumbuhan Ekonomi di Pengujung Tahun

Dini Hariyanti
4 September 2018, 19:24
Pertumbuhan Ekonomi
Donang Wahyu|KATADATA
Lalu lintas di kawasan bisnis Jakarta.

Suku bunga acuan 7DRRR sudah naik 150 basis poin sejak awal tahun. Kenaikan ini merupakan respons terhadap tren penaikan Fed Funds Rate yang dapat memicu arus keluar dana asing (capital outflow). Pasalnya, apabila pemodal asing berbondong-bondong keluar dapat menyebabkan defisit pada neraca pembayaran Indonesia (NPI).

Asumsi tersebut terbukti. Menukil data Bank Indonesia diketahui bahwa NPI pada kuartal kedua tahun ini defisit sebesar US$ 4,3 miliar. Jumlah ini membengkak dibandingkan dengan posisi kuartal sebelumnya US$ 3,9 miliar, bahkan yang terburuk dalam tiga tahun terakhir.

Dampak turunannya bakal kemana-mana, seperti kenaikan imbal hasil (yield) surat berharga negara (SBN) serta nilai tukar rupiah yang semakin tertekan di hadapan dolar AS. Rentetan ini terpengaruh dari besaran komposisi kepemilikan asing di saham dan SBN.

(Baca juga: Rupiah Tembus 14.800, BI Borong Surat Berharga di Pasar Rp 3 Triliun)

Sebelum para ekonom Bank Mandiri mengoreksi targetnya, revisi lebih dulu dilakukan Bank Dunia yakni dari 5,3% menjadi 5,2%. Argumen World Bank tak lain ialah mempertimbangkan kinerja perdagangan global yang turun plus tren pengetatan moneter.

Lantas bagaimana sikap pemerintah? Tentu mereka tidak tinggal diam. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo juga melihat kemungkinan target pertumbuhan ekonomi 2018 meleset.

Versi Perry, ekonomi tumbuh di level 5,2%. Tapi dari hitungan Sri kenaikan akan di kisaran 5,17% - 5,4%. Menkeu memang berharap adanya dorongan dari konsumsi rumah tangga untuk mencapai angka ini. Merujuk kepada data makroekonomi sampai pertengahan 2018 menunjukkan, pengharapannya terkabul.

Apabila yang dibahas adalah pertumbuhan ekonomi maka konsumsi selayaknya tak melulu jadi tumpuan. Pasalnya, di dalam formula penghitungan Y = C + I + G + (X-M) jelas mengkalkulasikan fungsi konsumsi, investasi, belanja pemerintah, dan net ekspor (ekspor dikurangi impor).

Menkeu Sri sempat menyoroti salah satu komponen pertumbuhan ekonomi, yakni investasi. Pasalnya, penanaman modal hanya tumbuh 5,87%. Angka ini menunjukkan perlambatan karena pada kuartal pertama tumbuh mencapai 7,95%.

(Baca juga: Peringkat Layak Investasi Tanda Ekonomi Indonesia Baik)

Kemenkeu menyatakan akan mencermati penyebab tertekannya penanaman modal. "Apakah karena ada libur panjang, jadi (kinerja) industri manufaktur rendah. Mungkin saja (pertumbuhan investasi) munculnya di semester kedua," tuturnya.

Selain itu, diamati pula pertumbuhan ekspor 7,7% yang lebih kecil ketimbang impor 15,1%. Kinerja ekspor yang lemah dapat menimbulkan tekanan pada neraca pembayaran. Oleh karena itu, kenaikan impor bahan baku dan barang modal harus terkompensasi melalui realisasi investasi yang tinggi.

(Baca juga: Bertemu Jack Ma, Pemerintah Dorong Ekspor Lewat Alibaba)

Ada anggapan bahwa bicara ekonomi enggak lengkap tanpa angka. Padahal, pertumbuhan ekonomi selayaknya tak dimaknai sekadar rasio angka. Apalagi kalau yang diincar kesinambungan jangka panjang.

Jadi teringat Gubernur Federal Reserve Jerome Powell. Suatu ketika dia pernah berkata, "(Pertumbuhan) jangka panjang ditentukan faktor nonmoneter, seperti populasi penduduk, partisipasi angkatan kerja, serta keterampilan dan kemampuan tenaga kerja yang ada".

Tabik.

Halaman:
Reporter: Rizky Alika
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...