Janji-janji Capres Bermunculan Jelang Pemilu, Apa APBN Kuat Biayai?

Ferrika Lukmana Sari
4 Desember 2023, 10:07
APBN
ANTARA FOTO/Galih Pradipta/YU
Capres nomor urut satu Anies Baswedan (kanan), Capres nomor urut dua Prabowo Subianto (tengah) dan Capres nomor urut tiga Ganjar Pranowo (kiri) berpegangan tangan usai beradu gagasan dalam debat perdana Capres dan Cawapres 2024 di Gedung KPU, Jakarta, Selasa (12/12/2023). Debat perdana tersebut mengangkat topik pemerintahan, hukum HAM, pemberantasan korupsi, penguatan demokrasi, serta peninngkatan layanan publik dan kerukunan warga.

Sementara Ganjar ingin memastikan penegakan hukum dan kemudahan pembayaran pajak bagi pengusaha dan invetor, terutama dari perusahaan BUMN dan asing. Melalui panel khusus dalam mengawasi pendapatan negara.

Menariknya, baik Anies dan Prabowo memiliki program mirip melalui pembentukan BPN. Banyak pihak menyangsikan program ini karena butuh waktu dan anggaran yang tidak sedikit. Tapi kedua capres tetap yakin dampat mendongkrak penerimaan negara.

Anies-Muhaimin misalnya, ingin mematok target peningkatan rasio pajak dari 10,4% pada 2022 dan di kisaran 13% - 16% pada 2029. Mereka berjanji akan mengerek pendapatan Indonesia melalui perluasan basis pajak dan kepatuhan pajak.

Selanjutnya, memastikan seluruh insentif pajak, termasuk tax holiday dan tax allowance, yang dilaksanakan secara terencana dan terkendali untuk menghasilkan manfaat ekonomi yang optimal dengan risiko fiskal yang minimal.

Adapun pasangan Prabowo - Gibran menargetkan BPN bisa mendongkrak rasio penerimaan negara terhadap PBD ke level 23%. Nilai itu bahkan lebih tinggi dari rasio pajak pada 2021 dan 2022 masing - masing sebesar 9,12% dan 10,39%.

"Anggaran pemerintah perlu ditingkatkan dari sisi penerimaan yang bersumber dari pajak dan bukan pajak (PNBP)," tulis program pasangan tersebut.

Menanggapi hal itu, Fajry menyebut ada banyak opsi untuk meningkatkan penerimaan negara tapi tapi tidak ada jalan instan untuk memperolehnya dalam jumlah besar. Butuh waktu dan butuh reformasi pajak secara berkelanjutan.

Strategi Penerimaan Pajak

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai, janji - jani para capres di Indonesia memang cenderung bersifat populis, meskipun nantinya akan ada penyesuaian teknis APBN pada saat terpilihnya presiden.

"Oleh karenanya, janji-janji para Capres tersebut memang akan mendorong peningkatan belanja pemerintah, namun nantinya akan mengurangi belanja pada pos APBN lain," kata Josua.

Hal ini berkaca dari pemerintahan Jokowi yang menjanjikan pembangunan infrastruktur dan dinilai mampu merealisasikannya. Namun Jokowi melakukan penyesuaian terhadap belanja subsidi energi, sehingga defisit APBN masih berada di bawah 3%.

"Hal-hal tersebut yang kami perkirakan terjadi, bila memang para capres akan merealisasikan janji-janji mereka," ucapnya.

Salah satu yang perlu didorong adalah perluasan cakupan pekerjaan formal di Indonesia. Dengan semakin banyaknya pekerjaan dan pelaku usaha formal, maka masyarakat yang dikenai pajak akan meluas dan mendorong peningkatan basis penerimaan pajak.

Reformasi Regulasi dan Birokrasi

Selain itu, peningkatan pajak yang dilakukan secara bertahap dan menekankan pada keberlanjutan di masa depan, bukan peningkatan pajak sesaat. Oleh karenanya, dibutuhkan kebijakan perpajakan yang mampu memperluas cakupan objek kena pajak di Indonesia.

Sementara bagi Fajry, reformasi pajak yang sudah optimal harus terus dilakukan oleh Kemenkeu, DJP, dan BKF. Mereka sudah melakukan reformasi regulasi melalui revisi UU Harmonisasi Peraturan Pajak (HPP) dan perbaikan core tax administration system (CTAS) yang kini dalam tahap finalisasi.

Selanjutnya, reformasi birokrasi administrasi dan reformasi kebijakan regulasi tersebut juga tetap perlu diteruskan oleh calon pemimpin berikutnya. Sebab, agenda reformasi perpajakan tidak dibangun setahun-dua tahun, tapi bisa lebih dari itu.

Seperti kebijakan yang dibangun pada era Sri Mulyani yang harus dilanjutkan oleh pemimpin selanjutnya. "Contohnya core tax system yang akan dijalankan pada Juli 2024, lalu ada beberapa ketentuan di UU HPP yang belum ada aturan teknisnya," ujarnya.

Halaman:
Reporter: Ferrika Lukmana Sari
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...