3 Capres Janjikan Insentif Pajak untuk Raih Suara Pemilu 2024

Ferrika Lukmana Sari
11 Desember 2023, 11:11
insentif pajak
ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/YU
Calon wakil presiden nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka (kedua kiri) bersama Ketua Pergerakan Perempuan Muda Nahdliyin (Perdana) Ita Chumaeroh (kiri) menghadiri deklarasi dukungan terhadap pasangan Prabowo-Gibran di Jakarta, Rabu (6/12/2023). Perdana mendeklarasikan dukungan terhadap pasangan Capres-Cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dengan menitipkan berbagai isu diantaranya pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.

Adapun Pengamat Perpajakkan, Prianto Budi Saptono menilai, insentif tax holiday dan tax allowance yang ditetapkan di UU Penanaman Modal (UU No. 25/2007) sudah dianulir dengan UU Cipta Kerja Nomor 6 Tahun 2023.

"Jadi, penyusun UU harus merevisi lagi aturan tentang tax holiday dan tax allowance," kata dia.

Menurutnya, insentif pajak bisa berasal dari UU pajak dan UU APBN, sehingga pemerintahan nanti dapat memanfaatkan insentif pajak sesuai dua aturan itu. Bahkan, insentif di luar pajak juga dimungkinkan menjadi pilihan pemerintah di tengah masyarakat dalam bentuk kebijakan publik.

Tak Sejalan Visi Pemerintahan Jokowi

Namun rencana Prabowo-Gibran untuk menurunkan tarif PPh 21 dinilai tidak sejalan dengan visi pemerintahan Jokowi yang ingin menaikkan kontribusi PPh 21. Fajry bahkan menyebut, rencana mereka tidak memiliki arah kebijakan fiskal yang jelas.

“Pemerintah kemarin naikan tarif PPh 21 bagi orang kaya, lalu ada pajak atas natura. Semua itu untuk meningkatkan kontribusi penerimaan PPh 21 orang pribadi dalam struktur penerimaan pajak,” kata Fajry.

Apalagi, tarif PPh 21 memiliki beberapa lapis karena besaran tarif bergantung tingkat pendapatan. Sedangkan pasangan capres dan cawapres ini tidak menjelaskan, tarif pada lapisan mana yang akan diturunkan.

“Jadi, yang mau diturunkan lapisan tarif yang mana? Jelas, ini rencana kebijakan yang ngawur,” kata Fajry.

Peningkatan batas PTKP juga mendapat sorotan. Fajry menilai, peningkatan PTKP terlihat sebagai kebijakan yang pro-rakyat, tetapi kenyataanya kelompok berpendapatan menengah yang justru paling menikmati.

Senada, Prianto memperkirakan, jika PTKP naik dan tarif PPh 21 turun, ada potensi penurunan penerimaan pajak. Jika dilihat faktor PPh 21 saja, secara otomatis rasio pajak berpotensi akan turun.

“PPh 21 tersebut sebenarnya lebih fokus ke penghasilan karyawan yang notabene terbatas. Dengan demikian, kontribusi kebijakan tersebut sepertinya tidak signifikan bagi peningkatan rasio pajak,” kata Prianto.

Menurut Prianto, selama ini pemerintah sudah mencoba berbagai kebijakan untuk menaikkan rasio pajak. Pada kenyataannya, rasio pajak terus turun. Bentuk kebijakan yang telah ditempuh seperti kenaikan PTKP, perubahan tarif PPh dan tarif PPN, amnesti pajak, PPS, dan sunset policy.

“Jadi, aspek yang mempengaruhi rasio pajakitu tidak hanya sebatas penghasilan karyawan yang terbatas dan menjadi objek PPh 21 serta ada pengurangan berupa PTKP. Selama ini, peningkatan rasio pajak berfokus pada peningkatan kepatuhan pajak,” kata Prianto.

Secara sederhana, kepatuhan pajak itu terdiri dari kepatuhan formal berupa tepat waktu ketika setor dan lapor pajak, dan kepatuhan material. Prianto menilai kepatuhan pajak dari aspek material merupakan urusan yang kompleks.

“Makanya, otoritas pajak harus menegakkan aturan pajak, baik penegakan hukum administratif dan penegakan hukum kriminal. Urusan penegakan hukum pajak tersebut juga harus menempuh jalan panjang karena terjadi sengketa pajak yang tidak sederhana dan tidak berbiaya murah,” kata Prianto.

Halaman:
Reporter: Ferrika Lukmana Sari
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...