Rupiah Dibuka Menguat Rp 15.704 per Dolar AS, Diikuti Mata Uang Asia
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat menguat 0,10% ke level Rp 15.704 pada awal perdagangan pekan pertama Maret, Senin (4/3). Penguatan nilai tukar juga terjadi pada mata uang lain.
Bloomberg mencatat, mayoritas mata uang Asia menunjukkan penguatan terhadap dolar AS. Baht Thailand misalnya menguat 0,12%, ringgit Malaysia menguat 0,39%, dan dolar Hong Kong menguat 0,01%.
Analis pasar uang, Lukman Leong menilai rupiah berpotensi akan menguat terhadap dolar AS. Penguatan tersebut dipengaruhi oleh perdagangan dolar AS yang melemah berdasarkan data Jumat (1/4) lalu.
“Data juga menunjukkan industri manufaktur AS yang berada di bawah harapan pasar dan masih terkontraksi,” ujar Lukman kepada Katadata.co.id pada Senin (4/3).
Dengan kondisi tersebut, Lukman memprediksi rupiah akan bergerak dalam rentang Rp 15.650 - Rp 15.750 per dolar AS.
Rupiah Akan Dapat Sentimen Positif
Senada, Pengamat pasar uang Ariston Tjendra juga memperkirakan rupiah berpotensi menguat terhadap dolar AS pada hari ini karena mendapatkan sentimen positif dari rilis data ekonomi AS yang melemah pada Jumat (1/4) lalu.
Indeks Manajer Pembelian (PMI) Manufaktur Institute for Supply Management (ISM) menunjukkan kontraksi lebih dalam dari 49,1 menjadi 47,8. Sementara survei keyakinan konsumen AS dari Universitas Michigan turun dari 79,0 menjadi 76,9.
“Pelemahan data AS pada akhir pekan ini, semakin menguatkan ekspektasi pemangkasan suku bunga acuan The Fed setelah sebelumnya data indikator inflasi AS, PCE Price Index juga menunjukkan penurunan di kisaran 2,4% dari sebelumnya 2,6% pada Januari 2024,” ujar Ariston.
Namun di sisi lain, kenaikan inflasi dalam negeri dan isu twin deficit justru memberikan sentimen negatif. “Ini bisa menahan penguatan rupiah,” ujarnya.
Dengan berbagai peluang dan tantangan tersebut, Ariston memprediksi penguatan rupiah ke arah Rp 15.650 per dolar AS dengan potensi pelemahan ke arah Rp 15.730 per dolar AS pada hari.
Seperti diketahui, twin deficit adalah situasi di mana defisit transaksi berjalan memiliki korelasi dengan defisit fiskal. Hal ini disebabkan penerimaan negara tidak mampu menutupi belanja pemerintah.
Akibatnya, anggaran negara menjadi defisit. Dengan semakin membesarnya defisit anggaran fiskal, maka kemampuan untuk meningkatkan penerimaan dari ekspor dan investasi berkurang sehingga terjadi defisit pada neraca traksaksi berjalan.