Pemerintah Jokowi Wariskan Utang Rp 800 T ke Prabowo, Ini Kata Ekonom

Ferrika Lukmana Sari
10 Juni 2024, 14:53
Utang
Dok. Kementerian Pertahanan
Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Prabowo Subianto tampil sebagai pembicara dalam sesi Special Address pada forum IISS Shangri-La Dialogue 2024
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Pemerintahan Jokowi akan mewarisi utang Rp 800,33 triliun kepada pemerintahan Prabowo Subianto di tahun 2025. Ini merupakan utang jatuh tempo pemerintah, yang terdiri SBN Rp 705,5 triliun dan pinjaman Rp 94,83 triliun.

Sementara secara total, posisi utang pemerintah mencapai Rp 8.338,43 triliun hingga April 2024. Nilai itu naik 6,7% secara tahunan (yoy) dari utang April 2023 sebesar Rp 7.848,8 triliun.

Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Yusuf Rendy Manilet mendesak pemerintah untuk mengelola utang dengan baik dengan mendorong kebijakan yang komprehensif serta pertumbuhan ekonomi.

"Pemerintah perlu memastikan pertumbuhan ekonomi jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan penarikan utang, sehingga pemerintah bisa mencapai target untuk menurunkan rasio utang, yang tercermin dari rasio utang terhadap PDB," kata Yusuf kepada Katadata.co.id, Senin (10/6).

Menurut Yusuf, satu faktor yang bisa memengaruhi pertumbuhan ekonomi dengan pemerintah memberikan insentif dan kebijakan yang tepat pada sektor yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi seperti sektor manufaktur.

Sebab, selama ini pemerintah mengeluarkan beberapa insentif untuk sektor manufaktur. Namun perlu dilihat kembali apakah insentif tersebut memang dibutuhkan atau kebijakan yang ada selama ini sudah mampu memitigasi masalah yang muncul pada industri manufaktur.

Selain, itu pemerintahan Prabowo juga perlu melanjutkan reformasi perpajakan yang sebenarnya sudah dilakukan oleh pemerintahan Jokowi. Kemudian diikuti dengan pengelolaan utang yang baik oleh pemerintahan baru.

Terlebih, penerimaan pajak mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir, yang banyak disumbang oleh kenaikan harga komoditas. Sehingga, pemerintah baru perlu menggunakan strategi yang tepat dalam mendorong penerimaan pajak di luar faktor kenaikan harga komoditas.

"Upaya intensifikasi dan ekstensifikasi dalam jangka waktu panjang juga perlu dilihat kembali oleh pemerintahan baru dalam upaya mendorong rasio pajak ke arah yang lebih tinggi," kata Yusuf.

Dorong Pembiayaan Produktif hingga Investasi

Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual meminta pemerintah untuk mendorong pembiayaan di sektor produktif, yang diharapkan bisa meningkatkan PDB ketimbang utang.

"Kalau pertumbuhan ekonomi lebih rendah dari utang, itu bisa masalah. Karena akan ada pembengkakan pembayaran bunga utang," ujar Davidi.

Menurut David, lembaga fitch rating mempertahankan peringkat kredit Indonesia pada posisi BBB atau triple B. Dia berharap, agar outlook kredit Indonesia bisa lebih bagus dan meningkat pada posisi single A supaya investor tertarik masuk ke Indonesia.

Selain itu, pemerintah juga perlu menggali potensi pajak ke depan melalui diversifikasi market. Supaya rasio pajak atau tax ratio Indonesia bisa di atas 15% seperti negara berkembang lain. "Kemudian mendorong pertumbuhan investasi, karena kita masih kalah dengan emerging market seperti India, Vietnam dan Meksiko," kata dia.

Kurangi Belanja Non Produktif

Menurut Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede, permasalahan utang sebenarnya tidak secara otomatis harus ditutupi dengan utang. Salah satunya dengan efisiensi melalui pengurangan belanja non produktif atau dengan meningkatkan basis pajak.

Selain itu, dengan menjaga iklim investasi, menjaga daya beli masyarakat, serta mempercepat transformasi struktural sehingga ekonomi Indonesia bisa terkaselerasi juga dapat meningkatkan pendapatan negara di tengah normalisasi harga komoditas.

"Dengan demikian pengelolaan utang dapat lebih manageable, tidak hanya mengandalkan gali lubang tutup lubang," kata Josua.

Reporter: Ferrika Lukmana Sari

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...