Rincian kredit macet startup fintech lending di Indonesia sejak tahun lalu:

2020 (%)2021 (%)2022
(%)Nilai
Januari3,981,782,52Rp 785,94 miliar
Februari3,921,592,35Rp 812,57 miliar
Maret4,221,322,32Rp 866,64 miliar
April4,931,372,31Rp 892 miliar
Mei5,11,542,28Rp 917 miliar
Juni6,131,532,53Rp 1,119 triliun
Juli7,991,822,67Rp 1,21 triliun
Agustus8,881,772,89Rp 1,36 triliun
September8,271,9n/an/a
Oktober7,582,13n/an/a
November7,182,24n/an/a
Desember4,782,29n/an/a

 

Sumber: Data OJK, diolah Katadata.co.id

Tris menyampaikan, ada beberapa faktor terkait perubahan TKB 90 atau TWP 90 yakni:

  1. Kemampuan platform memfasilitasi penyaluran pinjaman, sehingga dapat memengaruhi outstanding kredit dan besarnya pinjaman yang masuk dalam periode macet
  2. Kualitas credit scoring kepada calon penerima pinjaman
  3. Kualitas proses collection pinjaman yang sedang berjalan
  4. Banyaknya kerja sama dengan ekosistem seperti penyediaan fasilitas asuransi kredit dan lainnya

OJK mendorong penyelenggara fintech lending untuk menginformasikan data kualitas pinjaman di platform mereka. Ini dalam rangka transparansi dan perlindungan konsumen.

“Para konsumen dan calon konsumen dapat memonitor langsung data kualitas pinjaman platform fintech lending,” kata Tris.

Selain itu, OJK mendorong startup bekerja sama dengan industri pendukung guna meningkatkan kualitas layanan mereka. “Kami juga meminta seluruh platform memanfaatkan Fintech Data Center yang dikelola AFPI untuk memperkuat kualitas credit scoring,” ujarnya.

AFPI menyediakan fintech data center yang memuat informasi mengenai calon peminjam. Anggota dapat memakai fasilitas ini untuk mengukur risiko pinjaman sebelum memberikan kredit. 

AFPI juga memiliki anggota non-P2P lending yang merupakan pendukung layanan, seperti penyedia credit scoring dan desk collection. AFPI juga melakukan kegiatan sertifikasi dan pelatihan untuk SDM penyelenggara.

Ketua Bidang Humas AFPI Andi Taufan menilai, rasio kredit macet terjadi karena industri fintech lending tumbuh besat. “Peningkatan TWP 90 sulit dihindari,” ujar dia kepada Katadata.co.id, pekan lalu (27/9).

Ia menjelaskan bahwa non performing loan (NPL) atau kredit macet cenderung naik ketika terjadi penambahan jumlah penyaluran secara signifikan, termasuk jumlah borrower. Penyaluran pinjaman oleh fintech lending memang meningkat, rinciannya sebagai berikut:

 

Andi juga mengungkapkan bahwa peningkatan NPL bukan hanya terjadi di industri fintech lending, tetapi juga Lembaga Jasa Keuangan (LJK) lainnya. Hal ini karena masih ada efek pandemi Covid-19.

“Kredit macet di bawah 8% dapat dikatakan masih batas wajar industri fintech lending. Inilah yang harus tetap dijaga agar kualitas pembayaran tetap baik,” tambah dia.

Untuk mempertahankan kualitas kredit, para pelaku industri fintech lending pun menyiapkan algoritme dan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). Teknologi ini diklaim dapat meningkatkan kualitas penilaian kredit atau credit scoring guna mengukur risiko kredit dari calon peminjam yang tidak memiliki riwayat kredit.

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengungkapkan sejumlah faktor yang menyebabkan kredit macet melonjak, di antaranya:

  1. Inflasi, terutama setelah harga BBM naik
  2. Porsi pinjaman konsumsi yang tinggi di beberapa fintech berkorelasi dengan tingginya kasus gagal bayar
  3. Sebagian peminjam hanya mencoba-coba aplikasi tanpa membaca detail konsekuensi dari bunga dan denda, sehingga berakhir gagal bayar.

“Tren naiknya angka gagal bayar pinjaman akan membuat industri fintech melakukan konsolidasi. Sebenarnya ini seleksi alam,” ujar Bhima kepada Katadata.co.id.

Fintech lending dengan manajemen risiko yang baik, selektif dalam memilih calon peminjam, bunga wajar, dan didominasi pinjaman produktif, dinilai bisa melewati tren peningkatan kredit macet.  Sebaliknya, fintech lending yang ugal-ugalan dalam penyaluran pinjaman berpotensi tutup permanen. “Sebab, tidak bisa survive,” katanya.

Ada juga fintech yang melakukan merger dan akuisisi dengan perbankan untuk memperkuat sistem manajemen risiko.

Halaman:
Reporter: Lenny Septiani, Desy Setyowati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement