Pertamina berupaya menjaga daya beli masyarakat di tengah tingginya harga minyak dan gas dunia dengan tidak menaikkan harga BBM jenis Pertalite dan Biosolar, serta LPG 3 kilogram (kg).
Hal ini untuk menghindari terjadinya kenaikan harga logistik, baik di angkutan barang maupun orang mengingat BBM Biosolar dan Pertalite merupakan BBM yang paling banyak dikonsumsi masyarakat, yaitu sebesar 83% dari total penjualan seluruh BBM retail Pertamina.
Dengan penetapan Pertalite sebagai Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP), harga BBM Ron 90 tersebut ditahan di angka Rp 7.650 per liter. Setiap 1 liter Pertalite, pemerintah memberikan subsidi sebesar Rp 4.500 per liter atau lebih dari separuh harga jual.
Bahkan pemerintah memberikan subsidi yang lebih besar untuk Biosolar. Setiap 1 liter Biosolar pemerintah memberikan subsidi sebesar Rp 7.800 dibandingkan harganya yang hanya Rp 5.150.
"Baik Biosolar maupun Pertalite merupakan jenis BBM yang mendapatkan dukungan dari pemerintah dalam bentuk subsidi atau kompensasi, sehingga harganya tetap," kata Vice President Corporate Communications PT Pertamina Fajriyah Usman dalam keterangan tertulis pada Senin (11/4).
Pemerintah juga menahan harga gas LPG 3 kilogram dengan memberikan subsidi hingga Rp 33.750 per tabung. Nilai subsidi ini pun lebih tinggi daripada harga jual LPG ke masyarakat.
Sebagai informasi, per Februari 2022, harga jual LPG per kg di Singapura sekitar Rp 32.000, Filipina sekitar Rp 27.000 dan Vietnam Rp 24.000. Untuk Thailand harga LPG per kg Rp 10.000 dan Malaysia Rp 6.500 karena sama seperti Indonesia, harga LPG di kedua negara tersebut masih disubsidi pemerintah.
Menurut Fajriyah, Pertamina juga menjaga daya beli masyarakat dengan menyesuaikan harga Pertamax di bawah harga keekonomiannya sekitar Rp 16.000. Dengan penyesuaian harga menjadi Rp 12.500 per liter, Pertamina masih menanggung selisih harga jual Pertamax sebesar Rp 3.500 per liter.
Walau harga Pertamax naik, harga yang ditawarkan Pertamina selalu lebih rendah dibanding SPBU lain yang beroperasi di Indonesia. Untuk BBM non subsidi jenis Pertamax Turbo (RON 98) dijual seharga Rp 14.500 per liter, sementara SPBU swasta lain ada yang menjual dengan harga Rp 18.040 per liter.
Fajriyah menambahkan, harga BBM dan LPG di Indonesia termasuk yang termurah di dunia karena disubsidi pemerintah. Ia menjelaskan, jika dibandingkan harga rata-rata BBM di Asia, harga di Indonesia masih yang terendah.
Harga rata-rata BBM tertinggi di Singapura Rp 30.208 per liter, disusul Laos Rp 24.767, Filipina Rp 20.828, Kamboja Rp 20.521, Thailand Rp 19.767, Vietnam Rp 18.647, dan Indonesia rata-rata Rp 16.500 per liter. Di bawah Indonesia memang ada Malaysia yang harga BBM nya relatif lebih murah karena adanya perbedaan nilai subsidi.
Sedangkan apabila menelisik harga BBM di negara-negara maju, sudah jauh lebih tinggi lagi. Harga tertinggi adalah Hong Kong Rp 36.176 per liter, Finlandia Rp 34.741, Jerman Rp 34.454, Italia Rp 34.510, Norwegia Rp 33.162, Belanda Rp 33.018, Yunani Rp 32.733 dan Portugal Rp 31.728. Harga tersebut berdasarkan kurs Rp 14.357 per dolar Amerika.
“Banyak faktor yang mendorong Pertamina harus menyesuaikan harga BBM non Subsidi. Pertama, harga BBM dan LPG di seluruh dunia naik karena peningkatan aktivitas masyarakat dan peningkatan situasi geopolitik Rusia-Ukraina yang menyebabkan berkurangnya suplai minyak mentah dunia.,” tukasnya.