Mewaspadai Banjir Impor Baju dan Sepatu di E-Commerce

Stanisic Vladimir/123rf
Ilustrasi
Penulis: Desy Setyowati
27/10/2020, 08.00 WIB

Itu dilakukan sembari mendorong transaksi lintasbatas melalui acara ASEAN Online Sale Day (AOSD) pada Agustus lalu. “Indonesia pesertanya hanya 16, sementara Singapura 96. Angka ini tidak merepresentasikan negara, tetapi kami menyadari bahas lintasbatas merupakan strategi bisnis,” katanya.

Oleh karena itu, pemerintah menilai perlu ada upaya untuk meningkatkan daya saing UMKM secara global. Selain itu, menjadikan e-commerce sebagai sarana untuk memperkenalkan produk Indonesia.

“Durian misalnya, masyarakat global hanya tahu itu dari Thailand,” ujar dia. “Produk apa yang sekiranya jika dijual di e-commerce, dapat dilihat sebagai ‘Indonesia sekali’.”

Pekan lalu, pemerintah sudah membuka toko online nasional di e-commerce Tiongkok, Pinduoduo. Sebelumnya juga sudah masuk melalui Alibaba.

Sedangkan CEO Tokopedia William Tanuwidjaja menyampaikan bahwa seluruh mitranya yang berjumlah sembilan juta lebih beroperasi di Indonesia. “Kami hanya menjembatani UMKM dan konsumen di Indonesia. Produknya juga di dalam negeri,” kata dia.

Ia mencatat, produk lokal di beberapa kategori sangat diminati pelanggan. Element Indonesia misalnya, menjual 200 unit sepeda lipat dalam 40 detik di Tokopedia pada awal Agustus lalu (3/8), sehingga masuk rekor MURI. 

Hal itu menjadi peluang bagi produsen lokal, di tengah meningkatnya permintaan sepeda dari Tiongkok.

Untuk mendorong penjualan produk lokal, Tokopedia mengandalkan berbagai strategi promosi untuk menarik konsumen. Program promosi yang digelar seperti bebas ongkos kirim (ongkir), uang kembali (cashback) hingga diskon bulanan Waktu Indonesia Belanja (WIB).

"Itu edukasi masyarakat agar mencoba atau tertarik. Seperti apa sih belanja online itu. Ujungnya ada manfaat bagi sembilan juta mitra UMKM Tokopedia," kata dia.

Mitigasi Banjir Barang Impor di E-Commerce

Kendati data idEA dan JP Morgan menunjukkan bahwa produk impor di e-commerce masih kecil, minat konsumen untuk membeli baju, sepatu hingga ponsel buatan luar negeri cukup tinggi. Pemerintah pun sudah menerbitkan beberapa aturan untuk mengantisipasi kenaikan impor.

Yang terbaru, Kementerian Perdagangan (Kemendag) menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 68 Tahun 2020 tentang Ketentuan Impor Alas Kaki, Elektronik, dan Sepeda Roda Dua dan Roda Tiga. Regulasi berlaku sejak akhir Agustus lalu (28/8).

Pada akhir tahun lalu, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menurunkan ambang batas nilai impor barang kiriman yang dikenakan bea masuk dari US$ 75 (Rp 1,05 juta) menjadi US$ 3 (Rp 42 ribu) per invoice mulai 2020. Kebijakan ini terutama berlaku pada barang kiriman melalui e-commerce.

Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan, kebijakan itu bertujuan menciptakan kompetisi yang sehat bagi pelaku usaha dalam negeri. "Terutama pada barang kiriman melalui perusahaan e-commerce, jasa titip, serta kantor pos," kata Heru dalam konferensi pers, akhir tahun lalu (23/12/2019).

Selain itu, menerapkan program anti-splitting sejak 2018. Splitting merupakan upaya yang dilakukan importir dengan memecah transaksi pembelian barang dari luar negeri agar bebas dari bea masuk.

Pemerintah juga menerbitkan Peraturan Pemerintah atau PP e-commerce pada November tahun lalu. Yang terbaru, mengadakan program Bangga Buatan Indonesia dan mendorong UMKM merambah ekosistem digital.

Sejak Mei lalu, setidaknya ada 2,7 juta UMKM yang mendigitalisasikan bisnisnya. Jumlahnya melampaui target dua juta pelaku usaha. Jumlah UMKM yang merambah ekosistem digital melampaui target 10 juta menjadi hampir 11 juta.

Meski begitu, jumlahnya sekitar 16% dibandingkan total pelaku UMKM di Indonesia, sebagaimana Databoks berikut:

Pemerintah juga mencatat, pesanan dan penjualan UMKM rerata meningkat dua kali lipat setelah mendigitalisasikan bisnisnya. Secara rinci, pesanan meningkat 125,8% dan penjualan 116%.

Halaman:
Reporter: Desy Setyowati, Fahmi Ahmad Burhan