Bisnis decacorn Gojek dan Grab, serta unicorn seperti Traveloka mulai pulih meski terhantam pandemi corona. Sedangkan penggunaan layanan Tokopedia, Bukalapak, dan OVO meningkat, karena mendukung penerapan protokol kesehatan.
Pulihnya bisnis Gojek dan Grab ditopang oleh pesan-antar makanan GoFood dan GrabFood. Selain itu, keduanya merambah layanan restoran berbasis komputasi awan (cloud kitchen).
Direktur Investasi BRI Ventures William Gozali menilai, potensi bisnis kuliner teknologi (foodtech) termasuk cloud kitchen, besar. “Sektor ini masih tahap awal, sementara permintaannya meningkat,” katanya dalam acara media gathering virtual Asosiasi Modal Ventura lndonesia untuk Startup lndonesia (Amvesindo) bertajuk ‘Mengupas Dinamika dan Tren Pendanaan Startup 2020-2021’, Senin (2/11).
Ia menilai bahwa cloud kitchen menawarkan layanan yang dibutuhkan oleh pemilik restoran yakni efisiensi dari sisi sewa tempat. Selain itu, “pelaku usaha dibekali insight tentang kuliner apa yang diminati di suatu wilayah dan lainnya. Penggunaan big data besar sekali,” ujar William.
Pada Oktober lalu, Presiden Grab Ming Maa mengatakan bahwa bisnis perusahaan hampir pulih ke tingkat sebelum adanya virus corona. Salah satu penopangnya yakni jasa pesan-antar makanan, yang menyumbang 50% lebih ke pendapatan.
"Pemulihan bisnis kami terus berlanjut, dengan pendapatan grup pada kuartal III naik lebih dari 95% dibandingkan posisi sebelum adanya Covid-19," kata Presiden Grab Ming Maa dalam pembaruan buletin tentang bisnis perusahaan yang dikirim melalui email, dikutip dari Reuters, Oktober lalu (22/10).
Data itu diamini oleh juru bicara Grab Indonesia, tetapi tidak diperinci peningkatan bisnis untuk masing-masing layanan.
Dengan peningkatan tersebut, valuasi Grab juga disebut-sebut naik dari US$ 14 miliar menjadi US$ 15 miliar lebih.
Begitu juga dengan Gojek. Meski perusahaan belum menanggapi permintaan tanggapan terkait transaksi selama pandemi corona, Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LD FEB UI) mencatat bahwa layanan pesan-antar makanan meningkat.
LD FEB UI menyurvei 4.199 konsumen Gojek terkait penggunaan layanan pada September lalu. Sebanyak 65% dari mereka semakin sering menggunakan GoFood. Lalu 68% memakai GoPay, 57% paylater, dan 36% GoSend.
Alhasil, pengeluaran konsumen untuk membeli kebutuhan sehari-hari melalui GoMart meningkat 44%. Sedangkan belanja untuk pesan-antar makanan naik 26% dan transaksi menggunakan GoPay meningkat 8%.
Namun, konsumen mengurangi pengeluaran untuk layanan transportasi, khususnya ojek online 18%.
Facebook dalam laporan yang terbit Juni pun mencatat, penggunaan layanan pesan-antar meningkat selama pandemi virus corona. Angkanya tertera pada Databoks di bawah ini:
Sedangkan Google, Temasek dan Bain memperkirakan, transaksi pesan-antar makanan US$ 5,2 miliar tahun lalu dan US$ 20 miliar pada 2025. Selain itu, data Research and Markets menunjukkan bahwa nilai bisnis ini secara global US$ 84,6 miliar sepanjang 2019 dan diprediksi menjadi US$ 164,5 miliar pada 2024.
Di Asia, data Statista menunjukkan bahwa pendapatan industri ini mencapai US$ 58,4 juta sejak awal tahun ini. Pertumbuhan rerata per tahun pendapatannya diproyeksi 10,5% sepanjang 2019-2023.
Selain pesan-antar makanan, Gojek dan Grab berfokus pada bisnis cloud kitchen. Keduanya sepakat bahwa layanan ini lebih efisien dan efektif mendorong transaksi.
Riset Allied Market research pun memperkirakan, pertumbuhan rerata tahunan pasar cloud kitchen di Asia Pasifik 14,4% sepanjang 2021-2027.
Selain layanan kuliner, kedua startup bervaluasi jumbo itu berfokus pada layanan transportasi dan pembayaran. Mereka juga mengembangkan jasa pembelian bahan pokok dan digitalisasi warung, yang permintaannya meningkat saat pagebluk Covid-19.
Kemudian, keduanya mendorong efisiensi biaya saat pandemi dengan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Grab memecat 360 karyawan, sementara Gojek 430 orang.
Sebelumnya, Kepala Ekuitas untuk ASEAN di China Renaissance Wee Leong Gan mengatakan bahwa layanan berbagi tumpangan tetap menjadi pilar inti untuk Gojek dan Grab. Layanan ini merupakan infrastruktur dasar untuk bisnis lainnya di platform.
“Permintaan pesan-antar makanan yang luar biasa selama pandemi Covid-19 harus dipenuhi oleh mitra pengemudi. Sebaliknya, akan membutuhkan waktu (bagi pemain lain) untuk membangun," kata Gan kepada Tech in Asia, akhir Juli lalu (31/7).
Selain decacorn, bisnis unicorn Tanah Air Traveloka mulai pulih. “Di tiga pasar domestik yang kami miliki yakni Indonesia, Thailand, dan Vietnam, pemulihan berjalan kuat,” kata President Traveloka Group Operations Henry Hendrawan dikutip dari Tech In Asia, Oktober lalu (20/10).
Di Indonesia, transaksi hotel mencapai sekitar 70-75% dibandingkan sebelum ada virus corona. Ini sejalan dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus, sebagaimana Databoks berikut:
Jumlah pengguna aktif mingguan di Android juga pulih dibandingkan penurunan tajam pada Maret lalu, meski masih jauh dibandingkan pra-pandemi.
Ia pun mengatakan, perusahaan akan mencapai titik impas (break even point/BEP) pada akhir tahun atau awal 2021, jika industri perjalanan pulih setidaknya 50% dibandingkan sebelum ada pageluk Covid-19. Selain itu, akan segera meraih keuntungan.
Pada Juli lalu, Co-Founder sekaligus CEO Traveloka Ferry Unardi menyampaikan bahwa bisnis di Vietnam mulai stabil dan mendekati periode sebelum adanya pandemi Covid-19. Pertumbuhan ekonominya memang positif ketika negara lain, termasuk Indonesia, negatif pada kuartal II lalu.
Sedangkan di Thailand, hampir melampaui 50% dibandingkan situasi normal. “Meskipun Indonesia dan Malaysia masih berada di tahap awal pemulihan, tapi kedua pasar ini terus memperlihatkan momentum yang menjanjikan dengan kemajuan dari minggu ke minggu,” kata Ferry dikutip dari siaran pers, Juli lalu (28/7).
Traveloka pun meluncurkan beragam layanan untuk mendorong transaksi, seperti tes risiko corona hingga tur virtual. Unicorn ini juga dikabarkan memangkas sekitar 100 karyawan atau 10% dari total pada April lalu.
Sedangkan penggunaan layanan e-commerce seperti unicorn Tokopedia dan Bukalapak meningkat selama pandemi corona. Facebook dan Bain & Company memperkirakan, nilai transaksi belanja online di Indonesia hampir US$ 72 miliar atau sekitar Rp 1.047,6 triliun pada 2025, melonjak dibandingkan proyeksi awal US$ 48 miliar.
Tokopedia mencatat, jumlah penggunanya bertambah 800 ribu selama pagebluk virus corona. Sedangkan Bukalapak menyebutkan ada tambahan tiga juta lebih pelapak, serta mitra warung dan agen.
Selain itu, penggunaan layanan teknologi finansial (fintech) pembayaran meningkat saat pandemi. Angkanya tertera pada Databoks di bawah ini:
Presiden Direktur OVO Karaniya Dharmasaputra mengatakan, transaksi di e-commerce naik lebih dari 110% dan jasa pengiriman makanan 15% lebih. “Kami juga melihat pertumbuhan pengguna baru yang substansial, yaitu 276%,” kata Karaniya kepada Katadata.co.id, Oktober lalu (27/10).