Jatuhnya harga minyak dunia menjadi pukulan bagi negara-negara produsen minyak dan gas bumi (migas) dunia, termasuk Indonesia. Hampir seluruh kontraktor migas di Tanah Air memangkas belanja modal dan kegiatan mereka.
Kondisi ini bisa berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi di wilayah kerja dan menyebabkan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK). Calon sarjana di sektor pertambangan pun kesulitan mencari pekerjaan yang sesuai dengan kualifikasinya.
Namun, penurunan investasi di sektor hulu migas di Indonesia tidak melulu akibat harga minyak yang jatuh. Ada faktor lain yang menyebabkan perusahaan enggan menanamkan modalnya. Iklim investasi yang tidak menarik adalah faktor utama yang membuat perusahaan migas malas berusaha di Indonesia.
Mulai dari rumit dan lamanya proses pengurusan izin, banyak pungutan yang terjadi di daerah, tumpang tindih peraturan, hingga pemberian insentif yang kalah bersaing penyebab minimnya kegiatan investasi. Ini merupakan tugas berat pemerintah yang mesti segera dibenahi. Memang sudah ada program layanan satu pintu, tapi dari kalangan pelaku usaha situasinya masih belum banyak berubah.
Padahal, Indonesia membutuhkan banyak investasi di sektor migas untuk mencegah terjadinya krisis energi di masa mendatang. Sebagai importir minyak, Indonesia diuntungkan dengan harga minyak murah yang terjadi saat ini. Namun dalam sejarahnya, harga minyak seperti roller coaster yang bisa turun dan naik tiba-tiba. Jika terjadi Indonesia bisa kesulitan untuk memenuhi kebutuhan energinya.