Pengamat Asumsi Inflasi Naik 7 - 8% Jika Harga Pertalite Rp 10 Ribu

Aryo Widhy Wicaksono
17 Agustus 2022, 21:31
Pengendara motor berputar arah setelah mengetahui BBM jenis Pertalite dan Pertamax kosong di SPBU 34-16117, Kelurahan Pasir Mulya, Kota Bogor, Jawa Barat, Senin (8/8/2022).
ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/aww.
Pengendara motor berputar arah setelah mengetahui BBM jenis Pertalite dan Pertamax kosong di SPBU 34-16117, Kelurahan Pasir Mulya, Kota Bogor, Jawa Barat, Senin (8/8/2022).

Pemerintah tengah mengkaji kenaikan harga BBM bersubsidi Pertalite dan Solar, dengan mempertimbangkan potensi lonjakan inflasi dan imbasnya terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini dilakukan karena besarnya subsidi energi tahun ini, hingga mencapai Rp 502,4 triliun.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), menilai inflasi Indonesia akan mengalami koreksi dan berpotensi lebih tinggi lagi, dengan asumsi inflasi domestik berasal dari sektor energi. "Jika harga Pertalite naik Rp10 ribu rupiah, maka inflasi bisa ke 7 hingga 8 %," ujarnya  dalam sebuah diskusi di Universitas Paramadina, Selasa (16/8).

Meski begitu, dia menilai kondisi ini secara makro tidak terlalu buruk, karena Indonesia masih memiliki cadangan devisa hingga 6 bulan ke depan. Sementara kesepakatan internasional menyatakan batas aman adalah 3 bulan. "Hal itu penting untuk mengatasi volatilitas rupiah," jelasnya.

Sedangkan dari sisi ketenagakerjaan, menurutnya tidak seluruh serapan pulih, meski Badan Pusat Statistik telah menyampaikan terjadi penurunan angka pengangguran.

Sektor yang terlihat memiliki pertumbuhan tenaga kerja cukup baik adalah pertanian, perdagangan, dan pariwisata. Tetapi sektor transportasi, industri, dan pengolahan, termasuk UMKM terlihat pertumbuhan tenaga kerjanya justru berkurang.

"Orang bekerja juga upahnya tidak lebih mahal. Masih sama dengan kondisi sebelum pandemi -0,7% per Agustus 2021," ungkapnya.

Melihat kondisi perekonomian Indonesia seperti itu, Direktur Pelaksana Paramadina Public Policy Institute (PPPI), Ahmad Khoirul Umam, menilai pemerintah sebaiknya melakukan rasionalisasi terhadap beberapa kebijakan yang mengambil porsi besar pada anggaran. Salah satunya adalah rencana pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang diproyeksikan menjadi ibu kota baru di masa mendatang.

Padahal, Presiden Joko Widodo telah menjadikan pembangunan IKN sebagai salah satu dari lima agenda besar yang harus tetap berjalan di tengah ancaman krisis global. Bahkan, pemerintah akan menyediakan Rp 23 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk pembangunannya tahun depan.

"Jangan memaksakan diri melanjutkan kebijakan yang akan membahayakan ekonomi rakyat secara keseluruhan. Berbeda jika ekonomi nasional sudah siap," ucapnya. 

Menurutnya, dunia sedang menghadapi krisis ganda, yakni situasi pandemi Covid-19 dan perang di Ukraina. Kedua persoalan tersebut telah menciptakan resesi dan memberikan dampak luar biasa kepada ekonomi global, terutama dalam hal rantai pasokan.

Permasalahan pada rantai pasokan itu membuat kondisi ekonomi global memburuk. Kondisi ini paling dirasakan dampaknya pada kwartal kedua 2022. "Hampir mayoritas lembaga-lembaga donor dunia atau thinktank, merevisi prediksi pertumbuhan ekonomi global," jelasnya.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...