Kemendag Soal Gugatan Nikel di WTO: Keputusan Akhir Masih Lama

Tia Dwitiani Komalasari
12 September 2022, 13:55
Deputi GM Unit Bisnis Pertambangan Nikel (UBPN) Sultra PT Aneka Tambang (ANTAM) Nilus Rahmat (kiri) didampingi VP CSR Kamsi (kanan) memeriksa biji feronikel siap ekspor di Pelabuhan Pomala, Kolaka, Sultra, Selasa (8/5).
ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman
Deputi GM Unit Bisnis Pertambangan Nikel (UBPN) Sultra PT Aneka Tambang (ANTAM) Nilus Rahmat (kiri) didampingi VP CSR Kamsi (kanan) memeriksa biji feronikel siap ekspor di Pelabuhan Pomala, Kolaka, Sultra, Selasa (8/5).

Menurut Kasan, larangan ekspor nikel mentah Indonesia sudah berdampak positif pada neraca perdagangan. Misalnya saja perdagangan dengan Cina yang defisitnya semakin mengecil kemudian menjadi surplus sejak adanya larangan ekspor bijih nikel.

"Sekarang angka suprlus perdagangan dengan Cina US$ 7 miliar, dari rata-rata sebelumnya pada 2008 hingga 2018 yang defisitnya bisa double digit," ujarnya.

Gugatan uni Eropa berawal ketika pemerintah Indonesia menerbitkan kebijakan larangan ekspor bijih mentah nikel. Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019. Larangan ekspor bijih mentah nikel mulai berlaku 1 Januari 2020, tujuannya demi meningkatkan industri hilir nikel.

Uni Eropa memprotes kebijakan Indonesia tersebut pada November 2019. Mereka  mengklaim peraturan tersebut tidak sesuai dengan kesepakatan umum tentang tarif dan perdagangan (General Agreement on Tariffs and Trade/GATT) 1994.

Di samping itu, Uni Eropa menuduh pemerintah Indonesia telah memberikan subsidi yang tidak sesuai kepada industri nikel di dalam negeri. Saat ini, ada 15 negara yang mengklaim hak pihak ketiga dalam gugatan tersebut, yakni Brasil, Kanada, Cina, Jepang, Korea Selatan, India, Rusia, Arab Saudi, Singapura, Taiwan, Turkiye, Ukraina, Uni Emirat Arab, Inggris, dan Amerika Serikat.

Pihak ketiga dalam sebuah gugatan biasanya entitas yang memiliki kepentingan substantif dalam gugatan yang sedang berlangsung atau terdampak dari hasil gugatan tersebut. Negara yang mengklaim pihak ketiga dapat memberikan opini terhadap gugatan tersebut tanpa harus bertanggung jawab terhadap dampaknya.

International Energy Agency (IEA)  memperkirakan nilai penjualan sumber daya nikel dari kawasan Asia Tenggara pada 2020 baru mencapai US$15,2 miliar. Kemudian pada 2030 nilainya diproyeksikan naik dua kali lipat lebih menjadi US$36,6 miliar, dan meningkat lagi jadi US$40,8 miliar pada 2050.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...