Emil Salim Risaukan Pembangunan Ekonomi yang Abaikan Lingkungan

Image title
Oleh Ekarina
18 Juni 2020, 14:12
Kerisauan Emil Salim Lihat Pembangunan Ekonomi yang Abaikan Lingkungan.
ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan
Foto aerial kawasan bekas tambang batu bara yang terbengkalai di Desa Suo-suo, Sumay, Tebo, Jambi, Kamis (30/1/2020). Ekonom senior Emil Salim mengungkapkan sejumlah keprihatinannya akan pembangunan ekonomi yang tak disertai pembangunan lingkungan.

Dia pun mendorong aspek pembangunan sosial yang ditekananan pada  faktor pembangunan manusia. Adanya sumber daya mausia (SDM) yang berkualitas bisa menjembatani gap pembangunan ekonomi dan lingkungan.  

Emil mengaku heran Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah. Namun, kekayaan dan keaneka ragaman ini tak banyak digunakan.

Ini terbukti karena Indonesia masih bergantung pada impor beras,  garam dan sejumlah kebutuhan dasar lain. "Jadi, ada sesuatu yang salah dalam pembangunan kita yang mengabaikan pembanguna SDM," katanya.

Oleh sebab itu, dengan diperolehnya bonus demografi, dia berhaap bisa dimanfaatkan pemerintah untuk meningkatkan kualitas SDM dalam negeri agar mampu menguasai teknologi dan membangun ekonomi secara berkelanjutan.

"Pak Jokowi perlu diberi tahu, bahwa masa depan Indonesia tak hanya ekonomi, tapi juga kualitas SDM lestari dalam ihtiar kita lepas landas di 2045," ujar dia.

(Baca: Sertifikasi Sawit Berkelanjutan Cukup Diatur Lewat Inpres)

Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri mengungkap aspek lain dari segi pertumbuhan ekonomi dan invetasi.  Menurutnya, investasi Indonesia di era presiden Joko Widodo masih terbilang tinggi, bahkan investasi per PDB pun tak ada masalah,

Kendati demikian, investasi Indonesia dinilai tak berkualitas lantaran 70% dalam bentuk bangunan, masing-masing 10% mesin dan peralatan (equipment) sangat terbatas.  Adapun persentasenya, jauh tertinggal dari Malaysia, Filipina dan Thailand.

Dia pun menyoroti masalah ekspor yang masih berbais komoditas.  Komoditas ekspor berbasis nilai tambah bersifat medium dan berteknologi tinggi makin turun.

"Alhasil, kita mengeksplorasi batubara dan produksi batubara kita dikuasai oleh 6
perusahaan besar. Sawit pun merambah hutan, akhirnya oligarki karena semakin dikuasai orang-orang berpengaruh, " kata Faisal. 

Sementara itu, Rektor Institur Pertanian Bogor (IPB) Arif Satria mengatakan, pemerintah kini dituntut oleh  pembangunan yang lebih sustain, kendati memang masih menghadapi kendala.

Menurutnya, krisis lingkungan memiliki dampak kongkrit dari aspek sumber daya alam, khususnya ketahanan pangan. "Terjadi food lost and food waste," ujar Arif. 

Dia pun menambahkan, persoalan krisis lingkungan juga terjadi akibat krisis tata kelola. Kegagalan pemerintah mengatur padara aktor yang berkpentingan terhadap sumber daya alam, sehingga aspek lingkungan tidak diperhatikan.

"Solusinya, bagaimana rasionalitas ekonomi diintegraikan dengan rasionalitas ekologi," katanya. 

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...