Jerman, Jepang dan Inggris Siap Bantu Pendanaan Transisi Energi RI

Muhamad Fajar Riyandanu
10 Oktober 2022, 16:59
transisi energi, pendanaan, jepang, jerman, inggris
Dok. Kedutaan Besar Inggris
Proyek PLTS sebagai salah satu proyek andalan untuk mengejar transisi energi dengan potensinya yang melimpah.

Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Owen Jenkins, mengatakan Pemerintah Indonesia harus memperkuat regulasi yang menjamin kemudahan keterlibatan swasta dalam upaya transisi energi. Jenkis menilai, kemudahan investasi untuk menghadirkan teknologi pendukung nol emisi bisa mempercepat upaya transisi energi di Tanah Air.

"Yang paling penting adalah dukungan dan regulasi dari pemeritah. Artinya, konsep itu harus diperkuat dengan regulasi dan aturan agar para investor dan donor-donor internasional mau menggelontorkan dana. Kami bersedia menyalurkan bantuan dalam bentuk konsep, teknologi maupun pelatihan delegasi-delegasi," ujar Jenkins.

Di forum yang sama, Duta Besar Jepang untuk Indonesia, Kenji Kanasugi, mengatakan kondisi yang dialami Indonesia sama dengan Jepang saat ini. Sebagai sesama negara kepulauan, proyek transisi energi Jepang membutuhkan biaya yang lebih besar untuk menghubungkan transmisi dari satu daerah ke daerah seberang.

"Kami juga masih dalam tahap percobaan dan masih banyak produk Jepang yang dihasilkan dari energi batu bara. Tapi kami kurangi dengan penggunaan amonia, biomassa, dan nuklir. Ada panel surya juga, tapi ini bergantung pada perubahan iklim. Kalau iklim baik, panel surya akan baik," ucapnya.

Senada dengan Pemerintah Jerman dan Inggris, Pemerintah Jepang juga bersedia untuk memberikan bantuan ke Indonesia untuk proyek transisi energi.

Kenji mengaku bahwa pihaknya telah memperkuat kesepakatan ekonomi dengan Pemerintah Indonesia. "Di dalam perjanjian tersebut, kami bersedia memberikan dana secara privat," kata Kanasugi.

Direktur Asian Development Bank (ADB) untuk Indonesia, Jiro Tominaga, mengatakan beberapa negara berkembang masih kesulitan dalam memperoleh pendanaan transisi energi. Dia berharap lembaga keuangan dan institusi internasional bisa lebih berperan dalam menyalurkan bantuan finansial terhadap negara dunia ketiga.

"Peran negara maju sangat penting untuk dilibatkan dalam pendanaan ini. Mereka bisa duduk bersama sembari membicarakan peluang pajak karbon dan ekosistem pendanaan energi terbarukan," kata dia.

"Perubahan iklim harus segera diatasi. Kita memang tidak akan terdampak, tapi yang tersampak adalah generasi yang akan datang," tutur Tominaga menambahkan.

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan Monitoring, Pelaporan, Verifikasi yang dirilis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2021 menunjukkan Indonesia menghasilkan emisi gas rumah kaca sekitar 1,86 miliar ton karbon dioksida ekuivalen (CO2e) pada tahun 2019.

Menurut laporan tersebut, pada tahun 2019 emisi gas rumah kaca nasional paling banyak berasal dari sektor energi, yakni 638,8 juta ton CO2e.

Emisi terbesar berikutnya berasal dari pemanfaatan hutan dan lahan lainnya (forestry and other land use/FOLU) serta kebakaran gambut masing-masing 468, 4 juta ton dan 456,4 juta ton.

Ada pula emisi dari limbah sejumlah 134,1 juta ton, sektor pertanian 108,6 juta tonserta proses industri dan konsumsi produk sebesar 60,2 juta ton. Secara kumulatif, emisi gas rumah kaca nasional pada tahun 2019 sudah jauh meningkat dibanding tahun 2010, yang ketika itu jumlahnya hanya 809,9 juta ton CO2e.

Halaman:
Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...