Kurangi Emisi Pembangkit Listrik, PLN akan Ajukan Transition Financing
"Butuh waktu lama untuk bangun PLTA dan PLTP, sementara bangun PLTS dan PLTB hanya dua tahun tapi energinya tergantung cuaca. Jika kita komitmen untuk tidak lagi bangun PLTU batu bara, maka gap ini perlu diisi oleh gas," ujar Evy.
Evy menjelaskan bahwa saat ini sudah ada sejumlah bank internasional di Asia yang menawarkan pendanaan transisi ke PLN. Menurut Evy, bank-bank tersebut mengajukan sejumlah syarat dalam memberikan pinjaman.
Kriteria yang dimaksud yakni mewajibkan PLN untuk mengubah PLTG perseroan menjadi pembangkit listrik berbahan bakar hidrogen dalam jangka waktu tertentu.
"Mereka tidak mau hanya berhenti di pembangkit gas. Mereka bilang 'saya akan membiayai pembangkit gas, tetapi nanti ujungnya sampai hidrogen. Itu permintaan dari bank-nya," ujar Evy.
Evy juga mengakui bahwa ada sejumlah lembaga keuangan swasta anggota GFANZ sudah memikirkan opsi transition financing untuk mempercepat proses transisi energi di sektor pembangkit listrik. Bank di bawah naungan GFANZ yakni Bank of America, Citi, Deutsche Bank, HSBC, Macquarie, MUFG, dan Standard Chartered.
Kendati demikan, Evy mengakui PLN masih belum melakukan kontak intens dengan lembaga perbankan swasta tersebut. "Mau gak mau mereka juga mau untuk membiayai transition financing, tetapi ini masih elaborasi," kata Evy.
Evy menegaskan bahwa transition financing merupakan mekanisme pendanaan transisi energi yang progresif. Metode ini, ujarnya, cenderung relevan dengan kondisi Indonesia yang memerlukan pendekatan halus dalam beralih ke pemanfaatan energi bersih.
"Kalau tidak ada pembiayaan pembangkit gas ini kan sulit, perlu transition financing. Beberapa bank di Asia sudah melihat ini," ujar Evy.