Sejarah SBN dan Peranannya dalam Pembangunan Indonesia

Image title
19 April 2024, 14:50
SBN
ARIEF KAMALUDIN | KATADATA
Ilustrasi, gedung Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
Button AI Summarize

Pemerintah akan menerbitkan Surat Berharga Negara atau SBN untuk investor ritel yang ketiga kalinya tahun ini, yakni Sukuk Tabungan (ST) seri ST012. Rencananya, pemerintah melalui Kementerian Keuangan akan menerbitkan ST012 pada 26 April. Penjualan surat berharga ini, akan dilakukan hingga 29 Mei 2024.

Sebelum ST012, pemerintah telah menerbitkan SBN Ritel berjenis Obligasi Negara Ritel (ORI) seri ORI025 pada 29 Januari 2024 dan Sukuk Ritel (SR) seri SR020 pada 4 Maret 2024.

Sejak 2005, SBN menjadi salah satu instrumen andalan untuk pembiayaan defisit anggaran. Namun, instrumen ini bukanlah barang baru di Indonesia, karena sejak awal kemerdekaan, pemerintah telah menerbitkan obligasi negara.

Seperti apa sejarah kemunculan obligasi pemerintah Republik Indonesia, yang kini dikenal sebagai SBN? Simak ulasan berikut ini.

Ilustrasi, Obligasi R.I. 1950.
Ilustrasi, surat berharga negara atau SBN jenis Obligasi R.I. 1950. (Bukalapak)

Sejarah SBN, dari Era Revolusi Kemerdekaan hingga Reformasi

Seperti telah disebutkan, SBN bukanlah instrumen baru yang digunakan oleh pemerintah Indonesia sebagai sumber pembiayaan. Sejak awal kemerdekaan, diketahui pemerintah menerbitkan beberapa surat utang untuk mendanai perjuangan maupun pembangunan.

Bentuk Obligasi Pemerintah Awal Kemerdekaan

Pada masa awal kemerdekaan, anggaran negara masih terbatas. Sementara, pemerintah harus menghadapi agresi militer Belanda, serta membutuhkan dana yang cukup besar untuk perluan menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan.

Penerimaan pajak diketahui tidak mumpuni saat itu, sehingga pemerintah mencari sumber pendanaan lain, yakni melalui pinjaman. Urusan pembiayaan ini, menjadi tanggung jawab Pejabatan Keuangan, salah satu unit di bawah Kementerian Keuangan yang menangani urusan anggaran, perbendaharaan dan kas negara, serta uang, bank dan kredit.

  • Program Pinjaman Nasional 1946

Salah satu langkah yang dilakukan Pejabatan Keuangan dalam rangka mencari sumber pembiayaan negara, adalah dengan menggulirkan program Pinjaman Nasional 1946. Dasar hukum program ini, adalah Undang-Undang Nomor 4 tahun 1946 tentang Pinjaman Nasional.

Melalui UU tersebut, Menteri Keuangan memiliki kuasa untuk menjual SBN, yang saat itu dikenal sebagai obligasi pemerintah, demi mengumpulkan dana sebesar f 1 miliar.

Pemerintah mengeluarkan tiga banderol obligasi, yakni lembar ƒ 100 (uang Jepang), lembar ƒ 500 (uang Jepang), dan lembar ƒ 1.000 (uang Jepang). Dana yang terkumpul dari penjualan obligasi ini, akan digunakan untuk pembangunan, membantu perusahaan negara, perumahan rakyat, dan belanja negara.

Penjualan tiga obligasi ini dilaksanakan pada 15 Mei-15 Juni 1946, namun terus diperpanjang sampai target tercapai sebelum tutup tahun. Agar makin menarik minat masyarakat, UU 4/1946 diubah dengan UU Nomor 9 tahun 1946 pada 5 Agustus 1946. Perkataan 'bunga' diubah menjadi 'hadiah'.

Menurut catatan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR), hasil penjualan tiga obligasi perdana pemerintah Indonesia ini tergolong positif. Hingga akhir 1946, dana yang terkumpul mencapai Rp 500 juta. Selain untuk membiayai sektor pertanian dan kerajinan rakyat, dana hasil penjualan obligasi ini juga berhasil meredam inflasi.

  • Promes Negara

Keberhasilan program Pinjaman Nasional 1946 mendorong pemerintah untuk mengeluarkan program serupa. Melalui Pejabatan Uang, Bank, dan Kredit, pemerintah menggulirkan program pinjaman negara dengan masa pendek.

Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 1947, yang kemudian disahkan menjadi UU Nomor 30 tahun 1947, pemerintah menawarkan promes negara, dengan target dana terkumpul hingga Rp 100 juta. Saat itu, sehelai promes negara atau surat berharga, ditawarkan seharga Rp 1.000 dan masa berlakunya enam bulan dari tanggal pengeluaran.

Melalui PP 20/1947, masyarakat dapat meminjamkan uang kepada pemerintah dalam jangka waktu enam bulan, baik berupa uang maupun barang yang berguna bagi pertahanan/kemiliteran di masa perang. Sebagai tanda utang, diberikan surat promes yang dapat ditukar dengan uang mulai 28 Januari 1948.

Mengutip Media Keuangan, promes negara adalah surat berharga (waarde papieren), yang dapat diperdagangkan dalam masyarakat. Jika memerlukan uang tunai, pemegangnya dapat menjual atau menggadaikan. Namun, promes negara tak bisa dijual atau digadaikan kepada jawatan atau badan pemerintah, hanya kepada seorang atau badan partikelir.

Program pinjaman jangka pendek kembali digulirkan tahun berikutnya melalui PP 25/1948. Melalui PP ini, pemerintah bermaksud meminjam uang untuk sembilan bulan sebanyak Rp 100 juta dengan sewa modal 6%. Tiga bulan kemudian, pada 13 November 1948, melalui PP 66/1948 diadakan perubahan, yakni selain sewa modal 6%, diberikan pula premi risiko sebesar 12%.

Era Demokrasi Terpimpin: Obligasi untuk Dana Pembangunan

Di masa Republik Indonesia Serikat dan awal-awal Demokrasi Terpimpin, SBN atau obligasi pemerintah masih menjadi salah satu alternatif pembiayaan negara. Total ada empat obligasi yang diterbitkan selama masa RIS dan Demokrasi Terpimpin.

  • Obligasi R.I. 1950

Pada 1948, pemerintah merombak struktur organisasi Kementerian Keuangan, dengan mengubah nomenklatur Pejabatan menjadi Jawatan. Salah satu Jawatan yang dibentuk, adalah Thesauri Negara, gabungan dari Pejabatan Keuangan serta Pejabatan Urusan Utang, Kredit, dan Bank. Tugasnya, melaksanakan fungsi anggaran dan perbendaharaan.

Salah satu program Thesauri Negara adalah mengawal kebijakan sanering (pengguntingan uang) yang dicetuskan oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia Serikat Sjafruddin Prawiranegara. Kebijakan ini diambil untuk mengatasi defisit anggaran yang tinggi.

Dalam kebijakan ini, semua uang NICA dan uang kertas De Javasche Bank lainnya dengan nominal lebih dari Rp 2,50 dipotong menjadi dua bagian. Bagian kiri ditukar dengan uang kertas baru De Javasche Bank. Bagian kanan ditukar dengan 3% Obligasi Republik Indonesia.

Selain itu, semua simpanan giro dan simpanan lainnya di bank di atas Rp 400 harus di tukar dengan 3% Obligasi Republik Indonesia yang akan dibayar kembali secara cicilan dalam jangka waktu 40 tahun.

Semua bank wajib memindahkan setengah dari simpanan itu ke rekening "Pendaftaran Pinjaman Negara 3% 1950". Obligasi yang dikeluarkan khusus untuk tujuan penukaran tersebut, dinamakan "Pinjaman Darurat 1950" atau "Obligasi R.I. 1950".

Dalam buku Sejarah Pembiayaan Indonesia, disebutkan bahwa penerbitan tersebut dilakukan untuk mencapai konsolidasi utang negara yang berjangka pendek dan mengatur peredaran uang. Pemerintah juga berupaya agar dana masyarakat dapat disalurkan ke sektor-sektor investasi yang produktif.

Sebagai wadahnya, bursa efek dibuka secara resmi pada 3 Juni 1952. Surat-surat berharga yang banyak diperdagangkan di bursa terutama adalah obligasi-obligasi pemerintah dan saham-saham dari perusahaan-perusahaan asing.

Ilustrasi, Obligasi Konsolidasi 1959.
Ilustrasi, SBN jenis Obligasi Konsolidasi 1959. (Bukalapak)
  • Obligasi Konsolidasi 1959, Obligasi Berhadiah 1959, dan Obligasi Pembangunan 1964.

Pada pertengahan dekade 1950-an, kondisi perekonomian belum membaik, dengan sebagian besar penerimaan negara berasal dari utang luar negeri, yang dipakai untuk menghadapi pemberontakan di daerah maupun proyek-proyek pembangunan.

Untuk itu pemerintah menerbitkan sejumlah obligasi sebagai salah satu instrumen utang pemerintah, antara lain Obligasi Konsolidasi 1959 dan Obligasi Berhadiah 1959.

Penerbitan Obligasi Konsolidasi 1959 dilakukan terkait kebijakan moneter untuk mengganti uang rakyat yang dibekukan di bank-bank pemerintah berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 26 tahun 1959. Obligasi ini diterbitkan dengan bunga 3,5% dan berjangka waktu 40 tahun dengan total outstanding sebesar Rp 5 miliar.

Sedangkan, Obligasi Berhadiah 1959 diterbitkan pada 17 Agustus 1959 senilai Rp 2 miliar dengan bunga 6% sesuai UU Darurat Nomor 3 tahun 1959 tentang Pengeluaran Pinjaman Obligasi Berhadiah Tahun 1959. Penerbitannya untuk pembiayaan pembangunan.

Tingkat bunga yang cukup tinggi sebesar 6% ditetapkan untuk menarik minat masyarakat. Dalam buku 20 Tahun Indonesia Merdeka, disebutkan bahwa Obligasi Berhadiah berjangka waktu 30 tahun ini kemudian banyak dibeli pemodal individu dalam negeri.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...