Chatib Basri Minta Prioritaskan Stimulus Ketimbang Tekan Defisit APBN

Image title
Oleh Abdul Azis Said
18 Oktober 2021, 16:03
defisit APBN,
Donang Wahyu | KATADATA
Chatib Basri meminta pemerintah tidak buru buru megembalikan defisit APBN ke level 3% untuk memberi ruang lebih pada pemulihan ekonomi.

Dukungan kedua, berbagai program perlindungan sosial (Perlinsos) masih perlu dilanjutkan dan diperkuat.

Pemberlakuan PPKM hanya efektif diterapkan kepada kelompok masyarakat menengah atas sementara masyarakat miskin masih perlu keluar rumah untuk bekerja. Kelompok ini menurutnya masih butuh kompensasi dari pemerintah.

"Mereka yang punya tabungan itu bisa tinggal di rumah, tapi orang miskin tidak bisa tinggal di rumah," katanya.

 Dia mengusulkan agar berbagai insentif tersebut bisa diperkuat. Penguatan bansos dilakukan dengan memperluasnya cakupannya yakni 60% penduduk Indonesia atau 160 juta jiwa atau 40 juta keluarga.

Selain itu, ia meminta agar nominal bansos juga dinaikkan dari saat ini hanya Rp 300-700 ribu menjadi Rp 1 juta-1,5 juta.

"Satu bulan itu sekitar Rp 40 triliun (anggarannya), kalau kita kasih 3 atau 6 bulan itu sekitar Rp 120-240 triliun, dan menurut saya alokasinya ada," katalulusan Australia National University tersebut.

Dukungan ketiga adalah kepada UMKM. Sektor ini menurutnya sangat rentan karena bukan termasuk jenis usaha fixed income atau berpendapatan tetap. Chatib menyarankan agar pemerintah fokus pada tigas sektor tersebut untuk memulihkan ekonomi.

Dia melihat pemerintah punya banyak ruang untuk memenuhi kebutuhan pendanaan atas tiga program tersebut. Ruang tersebut bisa disediakan dengan melakukan sejumlah kebijakan. 

 Menurutnya, ada tiga hal yang bisa dilakukan pemerintah. Pertama, pemerintah diminta mengevaluasi belanja perpajakan yang saat ini mencapai 1,6% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Dia mempertanyakan besarnya alokasi belanja perpajakan tersebut, terutama saat peneriaman pajak rendah.

Kedua, dengan melakukan reformasi perpajakan, seperti memindahkan pelayanan wajib pajak (WP) dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) reguler ke Medium Tax Officce (MTO) atau KPP Madya.

"Kalau dipindah ke MTO tanpa menaikan rate, itu sebetulnya penerimaan bisa naik," ujarnya.

Ketiga, relokasi belanja Kementerian dan lembaga (K/L). Bukan hanya belanja perpajakan, menurutnya pemerintah perlu mengevaluasi program di berbagai K/L yang masih bisa ditunda beberapa tahun ke depan.

Program tersebut bisa dilanjutkan lagi setelah periode kedua, dimana aktivtas ekonomi sudah kembali pulih.

Halaman:
Reporter: Abdul Azis Said
Editor: Maesaroh
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...