Kemajuan pengembangan yang tidak sesuai harapan pemerintah juga terlihat di fasilitas pemurnian bijih bauksit. Dari delapan fasilitas yang diharapkan masuk pada 2023, kemajuan pengembangan semua fasilitasnya masih kurang dari 60% hingga awal 2023.

Penundaan ekspor tembaga, menurut ahli ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi, menimbulkan diskriminasi terhadap produsen bijih nikel dan produsen bijih bauksit. Diskriminasi ini diperkirakan akan memicu produsen masing-masing bahan mentah untuk menuntut kelonggaran serupa.

Selain konsentrat tembaga dan bijih bauksit, pemerintah telah menutup keran ekspor bijih nikel sejak Januari 2020. Kementerian ESDM mencatat jumlah fasilitas pemurnian bahan mentah ini mencapai 11 saat larangan ekspornya berlaku.

“Kalau pemerintah memenuhi tuntutan tersebut, maka program hilirisasi akan porak-poranda. Padahal tujuan hilirisasi adalah menaikkan nilai tambah dan mengembangkan ekosistem industri,” kata Fahmy yang berbasis di Yogyakarta pada Selasa (2/5).

Direktur Utama MIND ID Hendi Prio Santoso mengatakan pada Februari 2023, perusahaan di bawah pengawasannya belum sanggup untuk berhenti mengekspor konsentrat tembaga. Namun, mereka telah siap untuk berhenti mengekspor bijih bauksit. MIND ID merupakan perusahaan induk pertambangan pelat merah yang salah satunya membawahi Freeport Indonesia.

FASILITAS PENGOLAHAN KONSENTRAT TEMBAGA FREEPORT
FASILITAS PENGOLAHAN KONSENTRAT TEMBAGA FREEPORT (ANTARA FOTO/Dian Kandipi/wpa/hp.)

Hilirisasi Tambang Berjalan Tak Sesuai Rencana

Presiden Jokowi telah menyampaikan rencana larangan ekspor konsentrat tembaga secara eksplisit setidaknya sejak 2021. Hilirisasi di industri pengolahan sumber daya alam merupakan salah satu langkah prioritas untuk mendongkrak investasi dalam negeri.

Pemerintah menargetkan pengembangan fasilitas pemurnian untuk tembaga, nikel, bauksit, besi, mangan, dan timbal, serta seng hingga 2024. Harapannya, Indonesia memiliki dua fasilitas baru untuk tembaga dan delapan fasilitas baru untuk bauksit pada 2023. Dengan begitu, secara keseluruhan akan ada empat fasilitas untuk tembaga dan 11 fasilitas untuk bauksit.

Menurut analis industri pertambangan Bank Mandiri Ahmad Zuhdi, penundaan larangan ekspor konsentrat tembaga akan membuat hilirisasi berjalan tidak sesuai rencana, meskipun tidak menghambat. Pasar pun menjadi khawatir  akan kepastian hukum di Indonesia karena alasan keadaan kahar (force majeure) bisa digunakan lagi ke depannya. “Pada akhirnya bisa menjadi disinsentif bagi investor yang bergerak di pengolahan mineral Indonesia,” kata Zuhdi pagi tadi.

Namun, penundaan larangan ekspor bisa mencegah munculnya guncangan di industri tembaga karena fasilitas pemurnian yang telah beroperasi hanya mampu menyerap 2,4 juta ton secara keseluruhan. Jika larangan ekspor berlaku, tembaga yang tidak terserap diperkirakan akan membebani pertambangan.

Zuhdi menambahkan, pertimbangan lainnya berkaitan dengan kapasitas terbatas penyerapan katoda tembaga yang diproduksi oleh fasilitas pemurnian. Indonesia hanya mengimpor kira-kira 70 ribu ton katoda tembaga, sehingga harus mencari pasar domestik atau luar negeri untuk menyerap ratusan ribu ton sisanya jika menutup keran ekspor bahan mentahnya.

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Mulyanto mengatakan penundaan larangan ekspor tersebut menandai pelanggaran oleh pemerintah karena bertentangan dengan UU Minerba Pasal 170A. Pemerintah telah melanggar undang-udangan ini sebelumnya sebanyak delapan kali karena telah mengizinkan PTFI mengekspor konsentrat tembaganya.

“Marwah undang-undang kalah dengan lobi. Bagaimana mungkin roda pemerintahan bisa tertib berjalan kalau regulasi setingkat UU saja dengan entengnya dilanggar pemerintah,” kata anggota Komisi VII dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu dalam siaran pers yang terbit pada Minggu (30/4).

Halaman:
Reporter: Dzulfiqar Fathur Rahman
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement