Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Pertumbuhan ekonomi Tiongkok melambat. Efek perang di beberapa negara membuat inflasi tinggi. Banyak negara lalu menerapkan kebijakan suku bunga tinggi. Produksi baterai dan EV pun ikut tertekan. 

Bloomberg NEF menyebut ekspektasi industri baterai dan EV selama ini terlalu tinggi. Ketika pasokan meningkat dan permintaan tidak mencapai target, harga pun turun. 

“Sebelum ada Covid-19, ada kekhawatiran mengenai pasokan,” kata kepala logam dan pertambangan Bloomberg NEF Kwasi Ampofo. “Namun, kondisi sekarang permintaan tidak mencukupi pasokan.”

Prediksinya, pasokan tiga bahan baku utama baterai, yaitu lithium, kobalt, dan nikel, akan tetap melebihi permintaan pada 2024. Produsen akan mempertimbangkan pengurangan produksi untuk menyeimbangkan pasar dan membendung kerugian.

Surplus nikel global bahkan diperkirakan akan melebihi surplus lithium dan kobalt. Di sisi lain, permintaan baterai global masih dalam tren positif. Angkanya akan mencapai 3,6 terawatt pada 2030 atau naik dari 0,95 terawatt pada 2023. Pasar baterai lithium-ion akan melampaui US$ 300 miliar pada 2031, lebih dari dua kali lipat dibandingkan 2023. 

Namun, harga yang terus-menerus rendah dapat menunda pengembangan sumber daya baru. Hal ini dapat menciptakan kekurangan dan menaikkan harga baterai dalam jangka panjang dan memperlambat upaya dekarbonisasi. 

International Nickel Study Group memperkirakan surplus nikel global akan melebar dari 223 ribu ton pada 2023 menjadi 239 ribu ton pada tahun ini. Untuk harganya, Citigroup memprediksi penurunan ke level US$ 15.500 per ton pada tiga bulan ke depan. Angka ini lebih kecil dari perkiraan sebelumnya di US$ 18 ribu per ton. 

Pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi menyebut Indonesia memiliki peran penting dalam menurunkan harga nikel. “Karena hasil tambang nikelnya besar dan smelter yang dibangun sudah over capacity,” ujarnya. 

Dampaknya, tujuan hilirisasi, yaitu memberi nilai tambah dan membangun ekosistem kendaraan listrik, tidak tercapai. Sebab, Indonesia baru dapat menghasilkan produk turunan pertama dan kedua nikel. Hasilnya langsung diekspor ke negara lain, tanpa ada upaya membangun sampai produk final. 

“Yang dinikmati Indonesia jadi hanya sekitar 30%, sedangkan 70%-nya justru dinikmati investor Cina,” kata Fahmy. 

Dengan kondisi sekarang, menurut dia, pemerintah perlu melakukan antisipasi. Riset dan pengembangan produk nikel menjadi penting. Apalagi banyak produsen kendaraan listrik sekarang tidak lagi menggunakannya. Banyak perusahaan otomotif beralih ke baterai non-nikel, yaitu LFP. 

Menurut data Badan Energi Internasional (IEA), pemakaian baterai lithium-ion (berbahan baku nikel) mencapai 78% pada 2022, sedangkan LFP hanya 27%. Namun, permintaan LFP terus naik karena produsen mobil listrik buatan Cina banyak memakainya. Contohnya BYD dan Wuling.

Tesla juga mulai memakai LFP pada 2021. Pemakaiannya pada 2022 mencapai 30% dari total mobil listriknya. Produksi EV Tesla di Cina sebagian besar memakai baterai tersebut.

Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) mencatat, 75% mobil listrik yang dijual di Indonesia pada 2022 memakai baterai LFP. Salah satunya adalah Wuling Air Ev.

Peleburan Nikel
Peleburan Nikel (PT Antam Tbk)

Produsen Nikel Mulai Terdampak

Penurunan harga nikel telah memakan korban. Perusahaan tambang terbesar dunia, BHP Group LTd, mengumumkan sedang mengevaluasi bisnis nikelnya. Reuters menulis, perusahaan berencana menunda proyek nikel senilai US$ 1,2 miliar di West Musgrave, Australia. 

Bloomberg melaporkan, Wyloo Metals Pty Ltd dan First Quantum Minerals Ltd juga akan menutup tambang nikelnya di Australia. Pada 20 Desember, Nanjing Hanrui Cobalt memutuskan membatalkan proyek smelter high pressure acid atau HPAL yang memiliki kapasitas 60 ribu ton nikel. Perusahaan berpendapat kondisi pasar saat ini tidak menguntungkan. 

Namun, tambang di Indonesia, yang menyumbang setengah pasokan global, tampak lebih tahan dalam pengurangan produksi. Penyebabnya, negara ini memiliki biaya tenaga kerja dan listrik murah. Bahan mentahnya pun mudah didapat. “Proyek-proyek di Indonesia lebih fleksibel dalam menyerap dampak penurunan harga nikel,” analis Bloomberg NEF Allan Ray Restauro. 

Tapi bukan berarti tidak ada masalah di Tanah Air. Kecelakaan di smelter milik PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS) dan PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) pada 24 dan 28 Desember 2023 menambah daftar panjang kejadian serupa. Isu soal keselamatan kerja dan aspek lingkungan terus menjadi sorotan. 

Sejak 2015 terdapat 65 insiden kecelakaan di smelter nikel yang melibatkan 10 perusahaan Tiongkok. Dari segi korban jiwa, kejadian di ITSS memakan korban paling banyak, yaitu 21 jiwa. Dalam catatan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) sepanjang 2022 hingga 2023, tidak ada satu pun perusahaan terkena sanksi atas kecelakaan tersebut. 

Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tri Winarno menyebut tahun ini akan ada sedikit kenaikan produksi bijih nikel. “Karena ada smelter baru yang beroperasi,” ucapnya pada pekan lalu. Pihaknya masih menghitung estimasi total produksi tersebut. 

Terkait penurunan harga, menurut dia, kondisi ini tidak hanya persoalan suplai dan permintaan saja. Ada banyak faktor. Namun, hilirisasi nikel tetap menjadi penting karena sejauh ini Indonesia baru dapat menghasilkan produk antara. “Harapannya dengan hilirisasi dapat menciptakan multiplier effect, kemudian produknya mendekati sampai ke industri hilir,” ucapnya. 

Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Septian Hario Seto masih optimistis permintaan nikel akan naik. Sebab, pemakaian LFP hanya cocok di negara tropis, seperti Indonesia. "Pasar Amerika Serikat dan Eropa mayoritas kendaraannya akan memakai baterai berbasis nikel," ucapnya kepada Katadata.co.id

Perusahaan baterai asal Cina, Poweroad, mencatat baterai LFP mampu diisi ulang hingga 3 ribu kali sebelum performanya menurun. Sedangkan baterai nikel-mangan-kobalt (NMC) hanya dapat diisi ulang 800 kali.

Baterai LFP juga tahan terhadap guncangan, tekanan berat, tidak mudah meledak atau terbakar karena stabil di suhu panas. Namun, kekurangannya adalah kandungan kepadatan energinya yang rendah dibandingkan NMC. 

Dari sisi produsen, PT Trimegah Bangun Persada Tbk atau Harita Nickel masih akan beroperasi sesuai kapasitas dan target produksi tahun ini. “Kami fokus memastikan ketersediaan pasokan dan melanjutkan produksi untuk memenuhi permintaan pasar,” ucap Direktur Utama Harita Nickel Roy Arman Arfandy kepada Katadata.co.id pada pekan lalu. 

Perusahaan kini mengoperasikan dua smelter RKEF untuk pengolahan bijih nikel kadar tinggi (saprolit) dan satu fasilitas pemurnian HPAL untuk pengolahan bijih nikel kadar rendah (limonit). 

RKEF atau rotary kiln electric furnace adalah teknologi smelter memakai tungku putar dan listrik untuk mengubah bijih nikel saprolit menjadi NPI. Sedangkan HPAL atau high pressure acid leaching adalah teknologi smelter yang memakai asam sulfat untuk melarutkan bijih nikel. 

Secara kapasitas terpasang, Harita Nickel menargetkan produksi nikel berada di 120 ribu ton per tahun dalam bentuk feronikel (hasil dari saprolit) dan 120 ribu ton kandungan nikel per tahun untuk produk mixed hydroxide precipitate atau MHP (turunan limonit). 

PT Aneka Tambang Tbk mengatakan tahun ini masih berupaya meningkatkan kinerja produksi dan penjualan seluruh komoditasnya. “Pada komoditas nikel, kami akan mengoptimalkan produksi dari tambang di Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, dan Pulau Gag,” kata Corporate Secretary Antam Syarif Faisal Alkadrie. 

Halaman:
Reporter: Amelia Yesidora, Mela Syaharani, Andi M. Arief
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement