Analis menilai, pasar kripto seperti bitcoin dan ethereum menghadapi ‘musim dingin’ yang berbeda dibandingkan penurunan harga saat fenomena 2017 – 2018. Apakah kondisi saat ini jauh lebih ‘berbahaya’?

Nilai pasar kripto berkurang US$ 2 triliun atau sekitar Rp 29.990 triliun sejak puncak reli besar-besaran tahun lalu. Harga bitcoin bahkan anjlok lebih dari 70% dibandingkan level tertinggi pada November 2021, yakni hampir US$ 69.000.

“Banyak ahli memperingatkan pasar turun berkepanjangan yang dikenal sebagai ‘musim dingin kripto’. Peristiwa serupa terakhir terjadi antara 2017 dan 2018,” demikian dikutip dari CNBC Internasional, Kamis (14/7).

Ketika itu harga bitcoin jatuh lebih dari 80% setelah mencapai rekor harga tertingginya. Pada Desember 2017, harga bitcoin menyentuh rekor US$ 19.829 per koin. Awal 2018 harganya terus merosot hingga di bawah US$ 4.000.

Namun analis melihat ada enam perbedaan ‘musim dingin’ kripto kali ini dibandingkan fenomena 2017 – 2018. Rinciannya sebagai berikut:

1. Penyebabnya Berbeda

Pada 2018, harga kripto seperti bitcoin dan ethereum turun setelah melonjak tajam. “Sebagian besar disebabkan oleh ledakan gelembung hype,” Direktur riset di perusahaan data crypto Kaiko Clara Medali kepada CNBC Internasional.

Sedangkan penurunan harga kripto awal tahun ini sebagai akibat dari faktor ekonomi makro, termasuk lonjakan inflasi dan kenaikan suku bunga acuan. Faktor-faktor ini tidak ada pada 2017 – 2018.

2. Terkait dengan Penurunan Saham

Bitcoin dan pasar cryptocurrency secara lebih luas telah diperdagangkan dengan cara yang terkait erat dengan aset berisiko lainnya, khususnya saham. Bitcoin membukukan kuartal terburuk dalam lebih dari satu dekade pada kuartal kedua tahun ini.

Pada periode yang sama, Nasdaq yang sarat teknologi turun lebih dari 22%.

Pembalikan pasar yang tajam itu membuat banyak orang di industri mulai dari hedge funds hingga pemberi pinjaman lengah.

3. Tidak Ada Pemain Besar Wall Street

“Ini sangat berpengaruh pada (fenomena) 2017 dan 2018,” ujar profesor keuangan di Universitas Sussex Carol Alexander.

4. Stablecoin tidak stabil

TerraUSD, atau UST, adalah stablecoin algoritmik. Ini merupakan sejenis cryptocurrency yang seharusnya dipatok satu banding satu dengan dolar Amerika Serikat (AS).

Stablecoin bekerja melalui mekanisme kompleks yang diatur oleh suatu algoritme. Tapi UST kehilangan pasak terhadap dolar, sehingga ikut anjlok bersama TerraLuna.

Padahal seharusnya, TerraUSD menguat saat Terra Luna anjlok. Sebab, fungsi Terra Luna menstabilkan harga.

Kondisi itu membuat ‘gelombang kejutan’ di industri kripto. Ini juga menjadi efek knok-on pada perusahaan yang terpapar UST, khususnya hedge fund Three Arrows Capital atau 3AC.

“Runtuhnya blockchain Terra dan stablecoin UST secara luas tidak terduga setelah periode pertumbuhan yang luar biasa,” kata Clara Medali.

5. Sifat Daya Ungkit

Investor Crypto membangun leverage dalam jumlah besar berkat munculnya skema pinjaman terpusat dan apa yang disebut ‘keuangan terdesentralisasi’ atau Decentralized  Finance (DeFi).

DeFi merupakan istilah umum untuk produk keuangan yang dikembangkan di blockchain.

Tetapi sifat leverage pada periode ini berbeda dibandingkan dengan 2017 - 2018. “Pada 2017, leverage sebagian besar diberikan kepada investor ritel melalui derivatif pada pertukaran cryptocurrency,” ujar CEO perusahaan perdagangan quant Cambrian Asset Management Martin Green.

Ketika pasar kripto menurun pada 2018, posisi yang dibuka oleh investor ritel secara otomatis dilikuidasi di bursa. Sebab mereka tidak dapat memenuhi panggilan margin, sehingga memperburuk penjualan.

“Sebaliknya, leverage yang menyebabkan penjualan paksa pada kuartal II 2022 telah diberikan kepada crypto funds dan lembaga pemberi pinjaman oleh deposan ritel kripto yang berinvestasi untuk menghasilkan,” kata Green. “Pada 2020 dan seterusnya melihat pembangunan besar dari DeFi berbasis hasil dan ‘bank bayangan’ kripto.”

“Ada banyak pinjaman tanpa jaminan atau undercollateralized karena risiko kredit dan risiko pihak lawan tidak dinilai dengan kewaspadaan. Ketika harga pasar turun pada kuartal II, hedge fund, pemberi pinjaman, dan lainnya menjadi penjual paksa aset karena panggilan margin,” tambah dia.

Margin call adalah situasi ketika investor harus menambah modal untuk menghindari kerugian pada perdagangan. Ketidakmampuan untuk memenuhi panggilan margin menyebabkan penurunan lebih lanjut.

6. Dipengaruhi oleh Banyak Perusahaan Kripto

Alexander dari Universitas Sussex menilai, inti dari gejolak baru-baru ini dinilai karena paparan banyak perusahaan kripto terhadap taruhan berisiko yang rentan terhadap ‘serangan,’ termasuk terra.

Celsius misalnya, menghentikan semua layanan penarikan dana kripto sejak bulan lalu (13/6). Celsius bertindak seperti bank.

Perusahaan itu menawarkan kepada pengguna hasil lebih dari 18% untuk menyetorkan kripto mereka. Crypto kemudian yang disimpan dan meminjamkannya ke pemain lain dengan hasil tinggi.

“Pemain yang mencari hasil tinggi menukar fiat dengan crypto menggunakan platform pinjaman sebagai jaminan. Kemudian platform tersebut menggunakan dana yang mereka kumpulkan untuk berinvestasi yang sangat berisiko. Bagaimana lagi mereka bisa membayar suku bunga setinggi itu?” kata Alexander.

Kemudian, Three Arrows Capital atau 3AC mengajukan kebangkrutan ke pengadilan federal di Manhattan, Amerika Serikat (AS), bulan ini (1/7). Perusahaan kripto ini bangkrut karena krisis likuiditas dalam ekosistem kripto. 

Voyager Digital juga mengajukan kebangkrutan. Perusahaan ini berutang kepada miliarder kripto Sam Bankman-Fried Alameda Research US$ 75 juta.

Sedangkan Alameda juga berutang kepada Voyager US$ 377 juta. Selain itu, memiliki 9% saham di Voyager.

“Secara keseluruhan, Juni dan kuartal II sangat sulit untuk pasar kripto. Kami melihat kehancuran beberapa perusahaan terbesar sebagian besar karena manajemen risiko yang sangat buruk dan penularan dari runtuhnya 3AC, hedge fund kripto terbesar, ” Kata Medali Kaiko.

“Sekarang jelas bahwa hampir setiap pemberi pinjaman besar yang terpusat gagal mengelola risiko dengan benar. Ini berdampak ke perusahaan lainnya,” tambah dia.

Tidak jelas kapan gejolak di pasar kripto akan mereda. Namun, analis memperkirakan ada lebih banyak ‘rasa sakit’ ke depan karena perusahaan crypto berjuang membayar utang dan memproses penarikan klien.

“Domino berikutnya bisa jadi menimpa bursa kripto dan penambang,” ujar Kepala Penelitian di CoinShares James Butterfill. “Sebab pasar yang sangat ramai, dan bursa bergantung pada skala ekonomi sampai batas tertentu. Kondisi saat ini kemungkinan memakan korban lebih lanjut.”