Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akhirnya menerbitkan peraturan klasifikasi saham dengan hak suara multipel atau multiple voting share (MVS) bagi emiten berbasis teknologi. Sedangkan saat ini, ada sekitar delapan startup yang bersiap mencatatkan saham perdana alias IPO.
Sekjen Asosiasi Modal Ventura untuk Startup lndonesia (Amvesindo) Eddi Danusaputro menilai, regulasi tersebut akan ditanggapi positif oleh para pendiri startup. "Semestinya bakal bertambah jumlah startup yang mempertimbangkan IPO dan ini dilakukan di dalam negeri," katanya kepada Katadata.co.id, Rabu (8/12).
Studi dalam bentuk whitepaper berjudul The Billion Dollar Moment: A Paradigm Shift for Indonesian IPO's yang dirilis oleh Mandiri Capital Indonesia (MCI), Mandiri Sekuritas (Mansek), dan Mandiri Institute mengungkapkan bahwa peraturan baru dari OJK itu akan membuat bursa lokal lebih ramah bagi perusahaan teknologi seperti startup.
Aturan MVS memungkinkan startup terdaftar di BEI menerbitkan beberapa saham dengan hak suara yang memungkinkan pendiri mempertahankan hak suara mayoritas. "Bahkan, ini bisa terjadi jika pendiri memiliki sedikit saham daripada publik," demikian dikutip dari studi tersebut.
Co-Founder sekaliguss Managing Partner Gayo Capital Edward Ismawan Chamdani sepakat bahwa aturan MVS akan menarik animo unicorn IPO di bursa dalam negeri. "Saya setuju dan memang diperlukan aturan tersebut," katanya kepada Katadata.co.id, medio bulan lalu (17/11).
Sebab, arah dan keputusan perusahaan teknologi yang masih bergantung dengan visi, misi, serta leadership founder dan co-founder, menjadi penting untuk tetap dipegang oleh para pendiri.
Ketentuan dalam aturan baru itu juga dinilai berpotensi menarik lebih banyak perusahaan teknologi untuk mencatatkan saham di bursa. Dengan valuasi yang jumbo, IPO unicorn dan decacorn bakal meningkatkan nilai kapitalisasi pasar BEI.
Analis Pasar Modal Asosiasi Analis Efek Indonesia Reza Priyambada juga menilai, aturan MVS dapat menambah jumlah emiten sehingga mendongkrak kapitalisasi pasar. Terlebih lagi, Bursa mengklasifikasikan saham-saham teknologi dalam indeks sektoral yang mandiri.
Meski begitu, ia menilai otoritas perlu memikirkan peraturan soal kepemilikan modal. Sebab, startup merupakan perusahaan yang sarat dengan modal.
"Itu yang harus diatur, siapa-siapa saja pihak yang diperbolehkan untuk memiliki perusahaan terbuka startup," ujar Reza.
Delapan Startup Indonesia Bersiap IPO
Di Indonesia, ada satu unicorn atau startup dengan valuasi di atas US$ 1 miliar yang sudah IPO di Bursa Efek Indonesia (BEI) yakni Bukalapak pada Agustus (6/8). Ada delapan perusahaan rintisan lain yang berencana IPO, yakni:
1. Gabungan Gojek dan Tokopedia, GoTo
GoTo bersiap IPO di dua bursa yakni AS dan BEI. Sebelumnya, CEO GoTo Andre Soelistyo menargetkan pencatatan saham perdana di BEI bisa berlangsung sebelum akhir 2021.
Grup usaha hasil peleburan perusahaan teknologi Gojek dan e-commerce Tokopedia itu kemudian berencana mendaftarkan sahamnya di bursa AS dengan valuasi potensial sekitar US$ 40 miliar.
Namun, berdasarkan tiga sumber dikutip dari Reuters, penundaan rencana IPO itu terjadi seiring revisi aturan OJK terkait pencatatan saham. Aturan ini akhirnya terbit pada Selasa (7/12).
2. Kredivo
Kredivo mempertimbangkan rencana IPO di dua bursa. Tahap awal, perusahaan teknologi finansial pembiayaan (fintech lending) ini akan menjadi perusahaan publik di bursa Amerika Serikat (AS), Nasdaq awal tahun depan.
“Mempertimbangkan kebutuhan capital (modal), kami memilih bursa efek yang deep di Nasdaq. Kami juga pertimbangkan listing di Indonesia dan itu tidak menutup kemungkinan,” kata Co-Founder dan CEO FinAccel Akshay Garg dalam konferensi pers virtual, pada Agustus (3/8).
3. Tiket.com
Startup penyedia layanan perjalanan berbasis digital (OTA) Tiket.com dikabarkan berencana IPO tahun depan. CEO Tiket.com George Hendrata mengatakan bahwa perusahaan berkaca pada banyaknya startup pariwisata yang mendapatkan keuntungan usai IPO.
"Maka kami akan mengikuti jalur yang sama," kata Hendrata dalam wawancara khusus dengan reporter Kr-Asia Simone Martin, pada Oktober (29/10).
George juga menyampaikan, perusahaan akan sibuk pada 2022. “Tahun depan akan terjadi perkembangan yang sangat positif yang memungkinkan kami untuk tumbuh lebih cepat," katanya.
Dikutip dari Bloomberg, Tiket.com saat ini dalam pembicaraan untuk merger dengan perusahaan akuisisi bertujuan khusus (SPAC) yakni COVA Acquisition Corp. SPAC disebut juga perusahaan cek kosong, karena tidak memiliki operasi apa pun namun menjadi sarana investasi untuk mengumpulkan dana para orang kaya.
Entitas gabungan antara Tiket.com dan Cova Acquisition berpotensi menghasilkan valuasi US$ 2 miliar. Sumber Bloomberg juga mengatakan, Tiket.com mendapatkan bantuan dari perusahaan investasi global Goldman Sachs Group yang bertindak sebagai penasihat dalam aksi korporasi tersebut.
4. Traveloka
Traveloka juga awalnya berencana IPO lewat SPAC. Unicorn ini dikabarkan akan merger dengan perusahaan SPAC asal Hong Kong, Bridgetown Holdings Ltd. Apabila merger terwujud, entitas gabungan keduanya diprediksi US$ 5 miliar atau Rp 73 triliun.
Namun, sumber Bloomberg melaporkan, direksi Traveloka memutuskan untuk tidak melanjutkan IPO melalui SPAC. Alasannya, karena antusiasme di pasar SPAC berkurang.
Sumber lainnya mengatakan, Traveloka dapat meninjau kembali pembicaraan dengan Bridgetown maupun perusahaan ‘cek kosong’ lain jika pasar pulih. Sedangkan unicorn Indonesia ini sudah melakukan pembicaraan dengan Bridgetown sejak sekitar April.
Co-founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menilai, keputusan yang dibuat oleh Traveloka merupakan yang paling tepat saat ini. “Tren SPAC di AS agak menurun,” kata dia saat wawancara dengan beberapa media, pada Oktober (14/10).
5. TaniHub Group
Startup bidang pertanian, TaniHub Group juga mengkaji IPO. Namun CEO TaniHub Group Pamitra Wineka mengatakan, butuh waktu untuk bisa melantai di bursa saham. “Kami menyiapkan. Namun, belum tahu pastinya kapan.
Yang pasti, dalam tiga tahun ke depan, menurut saya cukup oke,” kata dia dalam acara virtual executive interview, pada Mei (31/5).
6. Warung Pintar
VP of Communication Warung Pintar Kevin Arffandy mengatakan, perusahaan belum bisa mengonfirmasi terkait kabar akan IPO. Hanya saja, Warung Pintar akan selalu terbuka untuk berbagai opsi aksi korporasi, termasuk IPO.
"Kami selalu terbuka dengan berbagai opsi, dengan tujuan mendukung kemajuan warung, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan seluruh pihak dalam ekosistem," kata Kevin kepada Katadata.co.id, bulan lalu (2/11).
7. Blibli
E-commerce milik Group Djarum Blibli juga berencana IPO. Startup yang berdiri pada 2011 ini merupakan pusat belanja online untuk berbagai produk, termasuk elektronik dan produk gaya hidup.
Perusahaan bekerja sama dengan sekitar 100 ribu mitra bisnis. Selain itu, menawarkan pengiriman melalui layanan Blibli Express serta 27 mitra logistik di kota-kota besar di Indonesia.
Blibli juga dikabarkan menunjuk Credit Suisse Group AG dan Morgan Stanley sebagai penasihat atas rencana IPO awal tahun depan.
Dikutip dari Bloomberg, e-commerce itu disebut-sebut menggandeng sejumlah lembaga perbankan untuk menjadi penasihat keuangan dan menjajaki potensi penjualan saham perdana.
8. OnlinePajak
Unicorn OnlinePajak berencana mencatatkan penawaran saham perdana ke publik atau IPO dalam dua atau tiga tahun ke depan. Startup ini juga menargetkan pasar di luar negeri.
"Sebagai unicorn, kami juga ingin melantai di bursa. Dua atau tiga tahun mudah-mudahan tercapai," kata CEO OnlinePajak Mulia Dewi Karnadi saat konferensi pers virtual, pada Oktober (8/10).
Aturan Baru OJK untuk Mendorong Startup IPO
OJK menerbitkan Peraturan Nomor 22/POJK.04/2021 tentang Penerapan Klasifikasi Saham Dengan Hak Suara Multipel oleh Emiten dengan Inovasi dan Tingkat Pertumbuhan Tinggi yang Melakukan Penawaran Umum Efek Bersifat Ekuitas Berupa Saham pada Selasa (7/12).
Saham dengan hak suara multipel merupakan klasifikasi saham di mana satu saham memberikan lebih dari satu hak suara kepada pemegang saham yang memenuhi persyaratan.
Berdasarkan keterangan tertulis, peraturan ini bertujuan mengakomodasi perusahaan yang menciptakan inovasi baru dengan tingkat produktivitas dan pertumbuhan tinggi atau biasa disebut new economy.
Regulasi itu bertujuan melindungi visi dan misi perusahaan sesuai tujuan para pendiri dalam mengembangkan usaha.
Di dalam aturan ini, terdapat pokok-pokok ketentuan utama, antara lain:
1. Emiten yang dapat menerapkan MVS harus memenuhi beberapa kriteria yakni:
- Menggunakan teknologi untuk menciptakan inovasi produk yang meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi
- Memiliki kemanfaatan sosial yang luas
- Memiliki pemegang saham yang mempunyai kontribusi signifikan dalam pemanfaatan teknologi tersebut
- Memiliki total aset perusahaan paling sedikit Rp 2 triliun
- Telah melakukan kegiatan operasional paling singkat tiga tahun sebelum mengajukan pernyataan pendaftaran
- Laju pertumbuhan majemuk tahunan (CAGR) total aset selama tiga tahun terakhir paling rendah 20%
- CAGR pendapatan selama tiga tahun terakhir paling rendah 30%
2. Jangka waktu penerapan MVS paling lama 10 tahun. Namun dapat diperpanjang satu kali dengan jangka waktu maksimal 10 tahun dengan persetujuan pemegang saham independen dalam rapat umum pemegang saham (RUPS).
3. Setiap pemegang saham MVS dilarang mengalihkan sebagian atau seluruh saham yang dimilikinya selama dua tahun setelah pernyataan pendaftaran menjadi efektif.
Setiap pemegang saham biasa, sebelum melakukan penawaran umum juga dilarang mengalihkan sebagian atau seluruh kepemilikan saham miliknya sampai delapan bulan setelah pernyataan pendaftaran menjadi efektif. Ini jika nilai buku per saham berdasarkan laporan keuangan terakhir lebih rendah dibandingkan harga penawaran umum.
4. Terkait ketentuan rasio hak suara saham MVS terhadap hak suara saham biasa. Pemegang saham MVS, baik sendiri maupun bersama, memiliki saham MVS antara 10% - 47,36% dari seluruh modal, maka rasio hak suara saham MVS terhadap hak suara saham biasa 10 : 1.
Jika sahamnya berada di kisaran 5% - kurang dari 10 %, maka rasio hak suara saham MVS 20 : 1.
Apabila kepemilikan sahamnya 3,5% - di bawah 5%, maka rasio hak suara saham MVS 30 : 1. Jika kepemilikan sahamnya 2,44% - kurang dari 3,5%, maka rasio hak suara saham MVS 40 : 1.
5. Jika hak suara pemegang saham MVS tidak lebih dari 50% terhadap seluruh hak suara, emiten dapat meningkatkan rasio hak suara saham MVS. Dengan begitu, rasio hak suaranya menjadi paling tinggi 60 : 1.
6. Terkait persyaratan kepemilikan efek. Pemegang saham MVS untuk pertama kali adalah pihak yang telah ditetapkan dalam RUPS dan dimuat dalam prospektus.
Pihak lain yang dapat menjadi pemegang saham MVS setelah penawaran umum ialah yang telah diungkapkan dalam prospektus sebagai pihak yang dapat memiliki saham MVS.
Selain itu, anggota direksi yang memiliki kontribusi signifikan pada pertumbuhan bisnis emiten serta mendapat persetujuan pemegang saham independen dalam RUPS.
7. Saham MVS berubah menjadi saham biasa jika pemegang meninggal dunia atau ditempatkan di bawah pengampuan dan dalam waktu enam bulan tidak dialihkan kepada pemegang saham lain. Saham MVS juga dapat berubah jika pemegang saham mengalihkan sahamnya kepada pihak selain yang telah ditetapkan sesuai prospektus.
Perubahan saham MVS dapat terjadi pula jika pemegang saham, baik sendiri maupun bersama, memiliki hak suara tidak lebih dari 50%, dan berlangsung paling singkat enam bulan. Saham MVS bisa berubah menjadi saham biasa jika jangka waktunya berakhir.
Selain itu, pemegang saham MVS yang merupakan badan hukum tidak lagi memenuhi persyaratan badan hukum. Pemegang saham MVS yang merupakan anggota direksi tidak lagi menjabat atau tidak dapat menjalankan tugasnya.
8. Kuorum kehadiran RUPS mengacu pada pengaturan kuorum RUPS sebagaimana diatur dalam POJK Nomor 15/POJK.04/2020 tentang Rencana dan Penyelenggaraan RUPS Perusahaan Terbuka. Namun penghitungan kehadiran didasarkan pada kehadiran suara dalam RUPS.
9. Dalam setiap penyelenggaraan RUPS, jumlah saham biasa yang hadir paling rendah mewakili 1/20 dari jumlah seluruh hak suara dari saham biasa yang dimiliki pemegang saham selain pemegang saham MVS.