Jejak Sikap Suhartoyo di Putusan MK, Pilpres 2019 hingga Cipta Kerja

Ade Rosman
9 November 2023, 16:47
Suhartoyo selaku Hakim dalam sidang permohonan PHPU Pilpres 2019 di gedung MK, Jl Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (18/6).
Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Suhartoyo selaku Hakim dalam sidang permohonan PHPU Pilpres 2019 di gedung MK, Jl Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (18/6).

Rapat Pleno Hakim Mahkamah Konstitusi yang digelar Kamis (9/11) menyepakati pemilihan hakim Suhartoyo menjadi Ketua MK. Suhartoyo akan menggantikan posisi Anwar Usman yang dicopot dari jabatan ketua atas pelanggaran etik berat dalam putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang perubahan syarat usia calon presiden dan wakil presiden. 

Suhartoyo terpilih melalui musyawarah mufakat. Dalam pemilihan yang digelar secara tertutup untuk publik nama Suhartoyo muncul sebagai hakim yang bersedia menjadi ketua bersama Saldi Isra. Keduanya kemudian berembug hingga disepakati Suhartoyo menjadi ketua dan Saldi tetap menjadi wakil ketua MK. 

Sebelum berkarier di MK pada 2015 Suhartoyo merupakan hakim pada Pengadilan Tinggi Denpasar. Ia menggantikan Ahmad Fadlil Sumadi yang purna tugas pada 7 Januari 2015. Ia mengucap sumpah di hadapan Presiden Joko Widodo pada 17 Januari 2015. 

Pria kelahiran Sleman itu pertama kali bertugas sebagai calon hakim di Pengadilan Negeri Bandar Lampung. Ia kemudian dipercaya menjadi hakim Pengadilan Negeri di beberapa kota hingga tahun 2011, beberapa di antaranya yakni Hakim PN Curup (1989), Hakim PN Metro (1995), Hakim PN Tangerang (2001), Hakim PN Bekasi (2006) sebelum akhirnya menjabat sebagai Hakim pada Pengadilan Tinggi Denpasar. 

Dalam kariernya ia juga pernah menjadi Wakil ketua PN Kotabumi (1999), Ketua PN Praya (2004), Wakil Ketua PN Pontianak (2009), Ketua PN Pontianak (2010), Wakil Ketua PN Jakarta Timur (2011), serta Ketua PN Jakarta Selatan (2011). 

Ia meraih gelar sarjana dari Universitas Islam Indonesia pada 1983. Kemudian meraih gelar magister di Universitas Taruma Negara pada 2003 dan meraih doktor di Universitas Jayabaya pada 2014.

Lalu bagaimana rekam jejak Suhartoyo selama menjadi hakim MK? 

Sejak bertugas di MK pada 2015, ia sudah terlibat dalam pengambilan keputusan-keputusan penting. Lima perkara yang cukup menyita perhatian adalah soal putusan tentang batas usia calon presiden dan calon wakil presiden, soal uji materi Undang-undang omnibus law cipta kerja, uji materi UU perkawinan dan soal uji materi UU KUHP. Pada 2019, Ia juga turut menyidangkan perkara sengketa hasil pemilu. 

Berikut rangkuman sikap yang ditunjukkan Suhartoyo dalam 5 perkara kontroversial yang diputus di MK 

PENGUCAPAN SUMPAH JABATAN HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI
PENGUCAPAN SUMPAH JABATAN HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)

Sikap Suhartoyo di Uji Materi UU Cipta Kerja 

Selama menjadi hakim konstitusi, beberapa perkara yang sempat ia ikut tangani seperti judicial review UU Cipta Kerja yang bergulir pada pertengahan 2020. Suhartoyo kala itu sepakat dengan suara mayoritas yakni Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, Aswanto, dan Wahiduddin Adams yang mana menyatakan UU Cipta Kerja tak memenuhi syarat formil, sehingga dibekukan dan harus diperbaiki selama dua tahun.

Pada pertimbangan hukum MK yang dibacakan oleh Suhartoyo, tata cara pembentukan UU Cipta Kerja disebut tidak didasarkan pada cara dan metode yang pasti, baku, dan standar, serta sistematika pembentukan undang-undang.

“(Pembentukan UU Cipta Kerja) bertentangan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan, maka Mahkamah berpendapat proses pembentukan UU 11/2020 adalah tidak memenuhi ketentuan berdasarkan UUD 1945, sehingga harus dinyatakan cacat formil,” kata Suhartoyo.

Kala itu, mahkamah menjelaskan alasan UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional bersyarat lantaran mahkamah hendak menghindari ketidakpastian hukum dan dampak lebih besar yang ditimbulkan. Lalu, harus mempertimbangkan tujuan strategis dibentuknya UU Cipta Kerja.

“Oleh karena itu, dalam memberlakukan UU 11/2020 yang telah dinyatakan inkonstitusional secara bersyarat menimbulkan konsekuensi yuridis terhadap keberlakuan UU 11/2020 a quo, sehingga Mahkamah memberikan kesempatan kepada pembentuk undang-undang untuk memperbaiki UU 11/2020 berdasarkan tata cara pembentukan undang-undang yang memenuhi cara dan metode yang pasti, baku dan standar di dalam membentuk undang-undang omnibus law yang juga harus tunduk dengan keterpenuhan syarat asas-asas pembentukan undang-undang yang telah ditentukan,” kata Suhartoyo.

Selain itu, Suhartoyo juga sempat meminta penjelasan mengenai salah ketik yang terdapat dalam UU Cipta Kerja. Dalam sidang JC UU Cipta Kerja Suhartoyo meminta ahli dari Presiden Ahmad Redi untuk menerangkan salah ketik yang terdapat tersebut.

Halaman:
Reporter: Ade Rosman
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...