Startup Digitalisasi Toko Diburu Jutaan UMKM saat Pandemi Corona
Lebih dari satu juta Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) bergabung ke ekosistem digital selama pandemi corona. Startup digitalisasi toko atau warung pun kebanjiran mitra baru. Bahkan, decacorn Gojek mulai merambah bisnis ini.
Gojek meluncurkan platform digitalisasi warung, GoToko pekan lalu. Perusahaan menyediakan layanan dari hulu ke hilir (end to end) seperti pembuatan toko online, pemesanan barang dagangan dari produsen hingga pengiriman barang.
Startup bervaluasi jumbo itu pun memiliki layanan lain yang berfokus menyasar UMKM seperti GoBiz atau platform pengelola usaha dan bisnis pesan-antar makanan, GoFood. Mitra GoFood mencapai lebih dari 500 ribu.
Sedangkan mitra GoBiz meningkat 265 ribu selama Maret-Agustus, sehingga totalnya 600 ribu lebih. “Beberapa bulan terakhir, UMKM merasa harus mengakselerasi bisnisnya,” kata Head of Merchant Platform Gojek Novi Tandjung saat konferensi pers virtual, kemarin (15/9).
Decacorn Tanah Air itu pun meluncurkan fitur daftar mandiri kemarin. Ini memungkinkan UMKM mendaftarkan bisnisnya tanpa menelepon, mengirim email maupun datang langsung ke kantor.
Gojek juga meluncurkan inisiasi #MelajuBersamaGojek untuk mendorong UMKM mendigitalisasikan operasional bisnis mulai dari pemasaran, pemesanan, pembayaran, pengiriman hingga administrasi. "Kami menghadirkan beragam solusi yang dapat digunakan oleh semua tipe UMKM, dari skala mikro hingga besar," ujar Co-CEO Gojek Andre Soelistyo, bulan lalu (10/8).
Sedangkan Grab mendigitalisasikan lebih dari 185 ribu UMKM dan 32 ribu pedagang tradisional selama pandemi Covid-19. Perusahaan mengakuisisi startup digitalisasi warung, Kudo pada 2017, yang berubah nama menjadi GrabKios pada September 2019.
Sama seperti GoToko, layanan itu menawarkan pemesanan barang dagangan. Namun Grab memperluas layanannya akhir tahun lalu, yang memungkinkan konsumen mengirim barang, menabung emas hingga membeli asuransi kesehatan, jiwa, pendidikan, perlindungan kecelakaan, dan mikro di mitra GrabKios.
Decacorn asal Singapura itu juga memberikan akses pinjaman untuk mitra. Korporasi yang digaet untuk menyediakan pembiayaan yakni Bank Mandiri, Pegadaian, dan yang terbaru, Pertamina.
Grab juga menggaet startup digitalisasi kedai lainnya, Warung Pintar. Co-Founder sekaligus CEO Warung Pintar Agung Bezharie Hadinegoro mengatakan, 93% mitranya mengalami penurunan pendapatan hingga 28% pada awal pandemi virus corona. Ini terjadi karena aktivitas masyarakat di luar rumah dibatasi.
Agung optimistis, pendapatan mitranya bisa meningkat hingga 50% bahkan mencapai lebih dari Rp 50 juta per bulan jika bergabung ke GrabMart. Sedangkan jumlah pelanggannya diperkirakan naik 200-800 setiap bulannya.
Saat ini Warung Pintar memiliki 47 ribu mitra. Agung menargetkan sedikitnya 400 warung masuk ke ekosistem GrabMart pada akhir tahun ini.
Ia pun mencatat, jumlah mitra yang bergabung meningkat 35% setiap bulannya. “Kami menargetkan sedikitnya 100 ribu warung bergabung hingga akhir tahun ini,” kata Agung kepada Katadata.co.id, Rabu (16/9).
Order pembuatan toko online di startup TokoTalk pun meningkat dua kali lipat pada bulan ini.” Peningkatan ini dipengaruhi oleh pemberlakuan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta,” kata Head of Business Development TokoTalk Kemas Antonius kepada Katadata.co.id.
Total mitra UMKM TokoTalk saat ini sekitar 320 ribu, yang bergerak di bidang busana, kuliner, dan lainnya. Selain skala kecil, startup ini menggaet korporasi besar.
Perusahaan rintisan itu meluncurkan fitur baru yakni fulfillment untuk manajemen logistik. TokoTalk berencana menggandeng tiga pemain lama yang bergerak di bidang layanan fulfillment dan pergudangan (warehouse).
Dengan skema tersebut, bisnis TokoTalk tumbuh 30% setiap bulannya. Kemas memperkirakan nilai transaksi bruto atau Gross Merchandise Value (GMV) tembus US$ 10 juta atau sekitar Rp 148,5 miliar per bulan hingga akhir tahun ini.
“Kami juga menargetkan dapat mencapai titik impas atau break even point (BEP) dalam waktu dekat,” kata Kemas.
Lalu perusahaan e-commerce Bukalapak juga menggaet dua juta warung dan tiga juta agen saat ini. Jumlahnya meningkat tiga juta lebih sejak awal tahun ini.
Berdasarkan riset CLSA, biaya akuisisi konsumen alias customer acquisition costs (CACs) melalui mitra warung hanya US$ 2 per pelanggan atau 10-20% dari pengeluaran normal. Layanan dengan skema Online to Offline (O2O) ini bahkan berkontribusi 10% terhadap total pengguna baru.
Perusahaan menyediakan layanan pemesanan stok dagangan hingga pembayaran dengan kode Quick Response (QR Code). Bukalapak juga bekerja sama dengan GrabKios untuk menyediakan dan menyalurkan produk digital kepada mitra.
CEO Bukalapak Rachmat Kaimuddin sempat menyampaikan bahwa pendapatan mitra warung meningkat 10 kali lipat sejak bergabung. Unicorn ini pun berfokus pada bisnis digitalisasi warung dalam lima tahun ke depan, ketimbang meningkatkan kunjungan dengan ‘bakar uang’.
Dengan strategi itu, laba sebelum bunga, pajak, dan amortisasi (EBITDA) Bukalapak tumbuh 60% pada kuartal II tahun ini dibandingkan akhir 2018. “Kami cari solusi dan inovasi yang diperlukan masyarakat," ujar Presiden Bukalapak Teddy Oetomo, akhir pekan lalu (11/9).
Konglomerat seperti Grup Salim pun merambah layanan digitalisasi toko, melalui YouTap. Startup ini juga baru saja meluncurkan aplikasi bagi pelaku usaha dalam mengelola dagangan, memproses transaksi, dan analisis perkembangan bisnis.
Saat ini, perusahaan besutan Grup Salim dan YouTap Singapura itu telah menggaet 50 ribu pelaku usaha sejak berdiri pada awal tahun. "UMKM dapat lebih produktif dalam mengembangkan usahanya (dengan digitalisasi bisnis)," kata CEO Youtap Indonesia Herman Suharto, bulan lalu (27/8).
Kemudian startup GudangAda menggaet 150 ribu UMKM. Perusahaan ini menyediakan solusi bisnis bagi para penjual produk kebutuhan sehari-hari atau Fast Moving Consumer Goods (FMCG).
Perusahaan rintisan itu menerapkan komisi atas setiap transaksi. Dengan skema bisnis ini, GudangAda meraih pendanaan US$ $25,4 juta atau sekitar Rp 372 miliar dari Sequioa India, Alpha JWC Ventures, Wavemaker Partners pada awal tahun lalu.
CEO Mandiri Capital Indonesia Eddi Danusaputro mengatakan, minat investor untuk berinvestasi di startup digitalisasi toko memang besar karena peluangnya banyak. Berdasarkan riset perusahaan sekuritas CLSA pada September 2019, warung berkontribusi 65-70% terhadap transaksi retail nasional.
Berdasarkan riset Euromonitor International, mayoritas masyarakat Indonesia, India, dan Filipina pun berbelanja di toko kelontong. Transaksinya mencapai US$ 479,3 miliar atau 92% dari total nilai pasar retail US$ 521 miliar pada tahun lalu, sebagaimana Databoks di bawah ini:
Namun margin dari setiap transaksi di warung relatif kecil. Untuk meraup pendapatan, volume transaksinya harus tinggi atau jaringan warungnya diperbanyak. “Jadi tergantung bisnis modelnya, apakah memakai gudang dan lainnya,” kata Eddi.
Peluang bagi perusahaan rintisan digitalisasi toko untuk menggaet lebih banyak UMKM memang besar, terutama saat pandemi corona. Jumlah UMKM di Indonesia mencapai 64 juta lebih pada 2018, sebagaimana Databoks di bawah ini:
Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan sempat menyampaikan, satu juta lebih UMKM bergabung di ekosistem digital saat pandemi corona, per Juli lalu. Ini artinya, jumlah UMKM digital hampir mencapai target 10 juta pada 2020.
Pemerintah juga memberikan beragam stimulus untuk mendorong bisnis UMKM saat pandemi. Anggarannya dapat dilihat pada Databoks di bawah ini:
Regulator mendorong UMKM mendigitalisasikan bisnisnya agar dapat menjangkau konsumen di tengah pandemi corona. Selain itu, riset dari International Data Corporation (IDC) dan Cisco menunjukkan, Produk Domestik Bruto (PDB) bisa bertambah US$ 160 miliar-US$ 164 miliar (Rp 2.372,6 triliun-Rp 2.432 triliun) pada 2024 dengan mendigitalisasi UMKM.