Jalan Panjang dan Berliku Program Langit Biru

Image title
16 September 2020, 17:54
program langit biru, pertamina, pertalite, pertamax, energi baru, energi ramah lingkungan, bbm
phive2015/123rf

Pemerintah berupaya mendorong pemanfaatan dan pengembangan energi bersih untuk menurunkan emisi karbon. Kementerian ESDM menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 314 juta ton CO2 di 2030, sesuai dengan ratifikasi Paris Agreement pada 2016 lalu.

Dalam perjanjian tersebut, Indonesia berkomitmen mengurangi emisi gas rumah kaca secara bertahap. Pada 2030, pemerintah menargetkan pengurangan emisi hingga 29 %. Dalam mengendalikan polusi udara inilah peran program langit biru menjadi penting.

Bila melihat ke belakang, langit biru merupakan program yang sudah tua, melalui berbagai pemerintahan dari Presiden Soeharto hingga Joko Widodo atau Jokowi. Pertama kali program ini diluncurkan pada 1996 oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup melalui Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 15 Tahun 1996.

Pertamina Segera Produksi Bahan Bakar Hijau
Pertamina Segera Produksi Bahan Bakar Hijau (Adi Maulana Ibrahim|Katadata)

Ketika itu berbagai program turunan dicanangkan. Langkah-langkahnya seperti berikut ini:

  • Meningkatkan kualitas emisi gas buang kendaraan bermotor: inspection and maintenance kendaraan bermotor, penetapan standar emisi gas buang untuk kendaraan yang sudah berjalan, serta pendekatan manajemen lalu-lintas.
  • Teknologi otomotif akan diubah atau ditingkatkan lebih ramah lingkungan melalui penyempurnaan desain maupun perlengkapan treatment emisi gas buang.
  • Penyempurnaan motor bensin maupun diesel akan diimbangi pemanfaatan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan.
  • Pengembangan teknologi hibrida bensin-listrik atau eco car dan fuel cell, teknologi yang tidak akan menghasilkan gas buang beracun.
  • Menata manajemen lalu lintas yang baik untuk menghindari kemacetan yang berandil signifikan terhadap meningkatnya emisi gas buang kendaraan bermotor.

Melihat lamanya program ini, Ketua Pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Tulus Abadi menilai kesuksesan langit biru sebenarnya tergantung dari konsistensi pemerintah. Misalnya bagaiamana posisi Kementerian ESDM untuk merevisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.

Dalam Perpres BBM yang pernah direvisi itu, Pertamina masih wajib menyediakan BBM jenis Premium di wilayah Jawa, Madura, dan Bali. “Pertamina sudah siap. Tapi karena penugasan pemerintah yang tidak konsisten berakibat program langit biru kurang efektif,” ujar Tulus kepada Katadata.co.id, Rabu (16/9). Hingga berita ini dimuat, Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Ego Syahrial belum memberikan komentarnya terkait hal tersebut.

Program langit biru menurut Tulus akan efektif jika penggunaan BBM dengan standar minimal Euro 2 dapat berjalan optimal. Jika berjalan lancar, program ini akan mendorong upaya mengantisispasi krisis lingkungan, khususunya polusi udara oleh multi sebab, baik karena benda atau barang tidak bergerak serta benda atau barang bergerak.

Benda tidak bergerak seperti aktivitas bisnis, perkantoran, industri, pembangkit listrik (khususnya PLTU), dan juga aktivitas domestik rumah tangga, termasuk membakar sampah. Adapun sumber pencetus benda atau barang bergerak adalah sektor transportasi darat.

PENINGKATAN VOLUME KENDARAAN DI BANDUNG
PENINGKATAN VOLUME KENDARAAN DI BANDUNG (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/aww.)

Menurut Tulus, saat ini sektor transportasi darat berkontribusi sangat dominan yaitu lebih dari 75 persen sebagai sumber polusi udara, khususnya di kota-kota besar. Begitu dominannya sektor trsnsportasi darat ini berkontribusi terhadap polusi udara, sehingga menjadi penentu terwujudnya program langit biru.

Berdasarkan catatan Tulus, fokus pemerintah terhadap pencemaran udara dan upaya penanggulangannya berlangsung sejak lama, sudah 24 tahun sejak ditelurkannya program langit biru. Pencemaran udara sangat beragam dari berbagai sumber.

Sejatinya, Kementerian Lingkungan Hidup, menurut dia, cukup tanggap dengan menerbitkan Keputusan Menteri Nomor 141 Tahun 2003. Untuk mengurangi emisi gas buang dari kendaraan bermotor, jenis BBM yang digunakan harus berstandar Euro 2. Dari jenisnya ini mengarah pada BBM beroktan 92 seperti Pertamax dan CN 51 seperti Pertamina Dex.

Namun kebijakan yang bagus dan visioner itu, menurut Tulus, mati suri serta tak jelas kelanjutannya. Adapun upaya pemerintah untuk mewujudkan program langit biru berjalan di tempat, bahkan stop sama sekali.

“Antar-kementerian dan lembaga tidak jelas, tidak ada koordinasi dan sinergi serius. Terutama menyangkut jenis dan kualitas BBM, terkhusus soal BBM jenis Euro 2 tersebut,” ujarnya.

Namun, belum tuntas urusan BBM Euro 2, Kementerian KLHK sudah memandatkan bahwa bensin yang digunakan mulai 2017 harus berstandar Euro 4. Dasarnya Kepmen KLHK Nomor 20 Tahun 2017. Sejumlah negara memang telah memakai standar dengan RON 95 ini.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...