Tambal Sulam Rencana Listrik dalam RUPTL 2021-2030

Image title
12 Maret 2021, 15:46
listrik, ruptl, kementerian esdm, pltu, pembangkit listrik, ebt, energi baru terbarukan
carloscastilla/123rf
Ilustrasi. Dalam draf RUPTL 2021-2030, kapasitas tambahan pembangkit listrik menurun menjadi 40.904 megawatt.

Dalam draft RUPTL yang sudah beredar, target energi terbarukan memang berkurang untuk mengantisipasi menurunnya permintaan kelistrikan pasca Covid 19. Namun, Surya menyebut, seharusnya perlu pula diimbangi dengan penurunan pemakaian batu bara secara bertahap alias coal phase-out.

Hal tersebut yang belum muncul dalam draf yang beredar. “Kami tetap mengusulkan konsep coal phase-out, selain upaya mengganti PLTD. Ini harus serentak dalam perencanaan ke depan,” kata Surya. 

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa berpendapat kenaikan penambahan kapasitas pembangkit energi terbarukan dalam draf RUPTL terbaru tidak terlalu signifikan.

Penyebabnya, batu bara masih akan mendominasi pembangkit listrik pada 2030. Dari sini jelas terlihat PLN masih mengandalkan komoditas tambang yang tinggi emisi karbonnya tersebut. 

Padahal, tren global saat ini adalah menuju energi bersih. Indonesia pun sudah berkomitmen dalam Perjanjian Paris 2015 untuk menurunkan emisi karbon hingga 29% dengan usaha sendiri dan 41% bersama bantuan internasional di 2030.

Untuk mencapai target penurunan emisi itu, pemakaian batu bara seharusnya di bawah 55% dan energi terbarukan di atas 35%. “Pemerintah seharusnya mengoreksi hal ini. Apalagi dari sisi pendanaan, pembangunan PLTU akan semakin sulit dan mahal,” ucap Fabby. 

Setelah 2028, biaya listrik dari PLTU akan lebih mahal dibandingkan PLTS plus baterai dan PLTB (angin) plus baterai. Aset pembangkit tenaga uap PLN berpotensi tidak kompetitif dan menjadi aset terbengkalai.

Kondisi kelebihan pasokan listrik saat ini juga menjadi kendala meningkatkan penetrasi energi terbarukan. Karena itu, RUPLT 2021-20230 seharusnya membuka opsi untuk mengistirahatkan PLTU yang telah berusia di atas 20 tahun. Biaya operasi pembangkit tua akan semakin mahal dan memproduksi emisi gas rumah kaca yang banyak. 

Guru besar Fakultas Teknik Elektro Universitas Indonesia Profesor Iwa Garniwa berpendapat berbeda. Porsi batu bara masih mendominasi bukan berarti pemerintah dan PLN tak mengedepankan target bauran energi bersih.

Tidak mudah melakukan transisi dari energi fosil ke energi bersih. Perubahannya berkaitan dengan aspek keteknikan, ekonomi, sosial, dan regulasi. "Saya melihat pemerintah dan  PLN lebih realistis, tidak sembarangan melihat permasalah pembangunan energi listrik di Indonesia," ujarnya.

Transisi energi bersih memang harus dilakukan. Namun, pada situasi ekonomi dan pertumbuhan listrik menurun, maka perlu langkah strategis dalam pemenuhan energi listrik. 

Pemerintah juga melakukan upaya pemanfaatan dengan sumber daya yang ada. “Jumlah batu bara kita masih bertahan 40 tahunan apabila tidak ditemukan cadangan baru,” kata Iwa. 

Masa pakai PLTU dapat diperpanjang dengan program co-firing alias memakai campuran bahan bakar lainnya, seperti bahan sampah dan biomassa. “Target (RUPTL 2021-2030), menurut saya, sudah selaras,” ujarnya. 

PLTP SMALL SCALE DIENG
Ilustrasi pembangkit listrik tenaga panas bumi atau PLTP.  (ANTARA FOTO/Anis Efizudin)

Investasi Sektor Ketenagalistrikan 

Selain mengatur soal jenis pembangkit, draf RUPTL 2021-2030 juga memproyeksikan kebutuhan investasi proyek ketenagalistrikan. Dalam 10 tahun ke depan, perkiraannya adalah Rp 139,5 triliun per tahun. Untuk investasi swasta sebesar Rp 51,7 triliun per tahun dan PLN Rp 87,8 Triliun per tahun.

Investasi PLN meliputi pembangkit sebesar Rp 37,5 triliun per tahun, transmisi dan gardu induk Rp 22,4 triliun per tahun, distribusi Rp 17,2 triliun per tahun serta kebutuhan lainnya Rp 10,7 triliun per tahun.

Kebutuhan investasi PLN akan dipenuhi dari berbagai sumber pendanaan, yaitu internal, pinjaman, dan penyertaan modal negara (PMN/ekuitas). Sumber dana internal berasal dari laba usaha dan penyusutan aktiva tetap.

Sedangkan pinjaman dapat berupa pinjaman luar negeri (sub-loan agreement alias SLA dan pinjaman langsung), pinjaman pemerintah melalui rekening dana investasi, obligasi nasional maupun internasional, pinjaman komersial perbankan lainnya, serta hibah luar negeri. 

"Penyertaan modal negara dilakukan secara tunai melalui proses penganggaran di APBN atau APBN-P,"  tulis draf RUPTL tersebut.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...