Akuisisi Bank oleh Induk Shopee Masih Tunggu Restu OJK

Desy Setyowati
14 Januari 2021, 15:27
Akuisisi Bank oleh Induk Shopee Masih Tunggu Restu OJK
shopee
Ilustrasi platform Shopee

Hingga berita ini ditulis, manajemen SEA Group dan OJK belum merespons upaya konfirmasi dari Katadata.co.id. Presiden Komisaris SEA Group Indonesia Pandu Sjahrir belum membalas pesan yang dikirimkan dalam beberapa hari berbeda. 

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana dan Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III OJK Slamet Edy Purnomo, juga belum memberikan tanggapan sejak beberapa pekan ini.

Sedangkan Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I OJK Teguh Supangkat masih harus mengecek terkait kabar Sea Group mengakuisisi BKE. Ia juga tidak berkomentar terkait benar tidaknya OJK meminta investor baru yang ingin mengambil alih mayoritas saham bank di atas ketentuan, untuk membeli lebih dari satu bank, seperti BCA.

“Saya cek dulu. Kalau dari sisi ketentuan, pada Desember 2020 bank diminta memiliki modal inti minimal Rp 1 triliun. Pada akhir tahun ini, minimalnya Rp 2 triliun,” kata dia kepada Katadata.co.id, Kamis (14/1).

Posisi Shopee di Keuangan Digital

Sebagai perusahaan e-commerce, Shopee juga memiliki layanan pembayaran secara digital atau fintech bernama ShopeePay. Ini karena BI sudah memberikan izin kepada uang elektronik Airpay besutan PT AirPay Int Indonesia. Airpay merupakan anak usaha SEA Group. Alhasil, uang elektronik ShopeePay terintegrasi dengan AirPay. 

Saat ini, sekitar 45% transaksi di platform Shopee menggunakan ShopeePay. Meski begitu, ShopeePay diplot untuk berbagai transaksi (multipayment), seperti pesaing lainnya yakni GoPay, OVO, DANA, dan LinkAja.

“Kami ingin menjadi platform e-money yang digunakan oleh seluruh masyarakat Indonesia untuk segala jenis kebutuhan,” kata Marketing Manager ShopeePay Cindy Candiawan kepada Katadata.co.id, September lalu (7/9/2020).

Merger dan Akuisisi Bank Kecil

OJK telah menerbitkan peraturan baru tentang konsolidasi bank umum pada 17 Maret 2020. Aturan itu mewajibkan semua bank umum memiliki modal minimum Rp 3 triliun paling lambat hingga 31 Desember 2022.

Kewajiban itu dilakukan secara bertahap, yaitu minimal modal inti Rp 1 triliun pada akhir 2020. Artinya, setelah 2020 tidak ada lagi bank umum yang merupakan BUKU I.

Selanjutnya minimal Rp 2 triliun hingga tahun ini, dan Rp 3 triliun pada akhir 2022. "Upaya ini untuk penguatan kelembagaan perbankan," kata Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot kepada Katadata.co.id, Oktober lalu (13/10/2020).

Kepala Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah menilai aturan tersebut merupakan bagian dari "paksaan" perbankan untuk menambah modalnya. Jika bank tidak memenuhi ketentuan tersebut, bank umum bisa menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR). "Ketentuan itu sudah memaksa. Tapi OJK tahu juga, untuk memenuhi Rp 1 triliun tidak mudah," kata Piter.

Untuk bisa memenuhi modal inti minimal, OJK membebaskan berbagai caranya seperti melalui merger, akuisisi, ataupun melalui penerbitan saham baru. "Pilihan alternatif tidak dipaksakan. Tapi dipaksa untuk bisa memenuhi modal," kata Piter.

Berdasarkan data OJK, masih ada 13 bank konvensional BUKU I. Sepanjang 2020, empat bank naik kelas ke BUKU II, yang salah satunya adalah BKE dengan suntikan modal induk Shopee melalui Danadipa.

Halaman:
Reporter: Yura Syahrul, Desy Setyowati, Ihya Ulum Aldin
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...