Pemilu 2024 Diperkirakan Hanya Beri Dampak Terbatas Pada Ekonomi RI

 Zahwa Madjid
Oleh Zahwa Madjid - Ferrika Lukmana Sari
12 Januari 2024, 20:06
Pemilu 2024
ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/foc.
Capres nomor urut tiga Ganjar Pranowo (tengah) menyampaikan pendapat disaksikan capres nomor urut dua Prabowo Subianto (kiri) dan capres nomor urut satu Anies Baswedan saat adu gagasan dalam debat ketiga Pilpres 2024 di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (7/1/2024). Debat kali ini bertemakan pertahanan, keamanan, hubungan internasional, globalisasi, geopolitik, dan politik luar negeri.

“Karena ini tahun terakhir (Presiden Jokowi) banyak mereka yang menahan belanja, investasi juga hanya di aset yang aman dan itu akhirnya menekan total uang beredar di 2023-2024,” ujar Bhima.

Bhima juga mempertimbangkan pemilihan umum kepala daerah yang akan dilaksanakan 27 November 2024 mendatang. Jarak yang jauh antara pemilu serentak dengan pemilihan kepala daerah ini membuat beberapa kalangan menahan belanja hingga pemilihan kepala daerah nanti.

“Pemilunya bisa dibilang tidak terlalu meriah dibandingkan 2019 kemarin. Hal ini terlihat dari penjualan kendaraan bermotor dan penyewaan transportasi naik," ujar Bhima.

Namun tahun ini tidak terlalu terasa dampaknya. Bhima mencontohkan, hotel, tempat-tempat rapat yang biasanya dipenuhi tim sukses, relawan dan pengumpulan massa dengan musik juga cenderung sepi serta tidak seramai pada tahun sebelumnya.

Beralih ke Media Sosial untuk Kampanye

Sementara itu, Ekonom CORE Yusuf Rendy menilai pola kampanye saat ini relatif sudah berbeda jika dibandingkan dengan pola kampanye pada 10-15 tahun yang lalu.

Salah satunya penggunaan media sosial untuk membuka ruang dialog dengan pihak-pihak tertentu menjadi pilihan. Hal ini merupakan pola baru yang dilakukan oleh beragam pasangan calon di perhelatan pesta politik tahun ini.

Hal ini dinilai Yusuf akan mendorong partai politik dan caleg akan lebih fokus pada komponen belanja di media sosial ketimbangkan mengerahkan massa dalam jumlah besar.

“Kalau kita bicara belanja iklan di sosial media tentu efek yang kemudian diberikan relatif masih kecil jika dibandingkan dengan kampanye yang sifatnya terbuka kemudian menggunakan atribut-atribut tertentu,” ujar Yusuf.

Kendati demikian, pola kampanye yang memakai atribut dengan turun ke lapangan masih dijalankan oleh caleg tertentu. Sehingga kontribusinya masih ada walau angkanya relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan kondisi 15 atau 10 tahun yang lalu.

Dari sisi pemerintah, Yusuf menilai belanja yang disumbangkan pemerintah untuk belanja politik relatif kecil. Seperti belanja untuk penyelenggaraan pemilu yang terlihat dari anggaran belanja untuk KPU dan juga misalnya Bawaslu.

“Belanja untuk peralatan tahun politik sebenarnya fungsi utamanya lebih kepada fungsi penyelenggaraan pemerintah dan bukanlah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, walaupun dari belanja tersebut terjadi efek multiplier yang diberikan dari belanja tersebut,” ujarnya.

Halaman:
Reporter: Zahwa Madjid
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...