Luhut Beri Sinyal PPN 12% Ditunda, Fokus Guyur Subsidi Listrik ke Kelas Menengah

Instagram @luhut.pandjaitan
Presiden Prabowo Subianto (kiri) dan Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan (kanan)
28/11/2024, 05.00 WIB

Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan memberi sinyal bahwa kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 1 Januari 2025 bakal diundur. "Ya hampir pasti diundur," kata Luhut di Jakarta, Rabu (27/11).

Hal ini karena pemerintah berencana memberikan stimulus atau insentif terlebih dahulu kepada masyarakat melalui bantuan sosial (bansos) untuk kelas menengah. "PPN 12% sebelum itu jadi, harus diberikan dulu stimulus kepada rakyat yang ekonominya susah," katanya.

Bansos tersebut diperlukan sebagai sebagai bantalan untuk meredam dampak PPN 12%. Rencananya, bansos tersebut diberikan bukan dalam bentuk bantuan langsung tunai (BLT), tapi subsidi energi ketenagalistrikan.

"Tapi diberikan itu ke listrik. Karena kalau diberikan (BLT), nanti ke rakyat takut dijudikan lagi nanti," katanya.

Ketika disinggung kembali mengenai kepastian waktu penerapan tarif PPN 12% pada 2025, Luhut mengatakan hal itu bergantung hasil rapat pemerintah mendatang. "Ya kita enggak tahu, nanti rapat masih ada berapa lama lagi kan," kata Luhut.

Anggaran Bansos Sudah Dialokasikan Dalam APBN

Luhut menyampaikan, bahwa anggaran basos tersebut sudah dialokasi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pemerintah juga segera menyelesaikan rancangan penyaluran bansos.

Sementara mengenai gelombang penolakan kenaikan PPN 12% di media sosial, Luhut menilai hal tersebut hanya karena ketidaktahuan masyarakat terkait struktur kenaikan. "Ya karena orang kan belum tahu ini, struktur ini," ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada 1 Januari 2025 sudah menjadi mandat Undang-Undang (UU).

Saat rapat kerja bersama Komisi XI DPR, Sri Mulyani menjelaskan alasan penyusunan kebijakan perpajakan tersebut mempertimbangkan kondisi di berbagai sektor.

Wacana pajak tersebut tertuang dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang disusun pada 2021. Kala itu, pemerintah mempertimbangkan kondisi kesehatan hingga kebutuhan pokok masyarakat yang terimbas oleh pandemi Covid-19.

PPN 12% Masih Dikaji Secara Komprehensif

Juru Bicara Ketua DEN Jodi Mahardi menyampaikan bahwa kebijakan penyesuaian tarif PPN sedang dikaji secara komprehensif dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi nasional dan global.

"Saya merujuk ke statement Pak Luhut tadi, kami perlu menyampaikan bahwa kebijakan tersebut masih dalam tahap kajian mendalam," kata Jodi di Jakarta, Rabu (27/11).

Menurutnya, saat ini dunia maupun Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan yang berdampak pada ekonomi domestik, mulai dari terpilihnya Donald Trump menjadi Presiden Amerika Serikat (AS), penurunan ekonomi Cina, dan melemahnya daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah.

Dengan berbagai risiko dan tantangan ekonomi tersebut, pemerintah ingin menjaga pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

"Oleh karena itu, berbagai kebijakan ekonomi, termasuk terkait PPN, tengah dikaji secara komprehensif guna memastikan keberlanjutan yang sejalan dengan kondisi ekonomi nasional dan global," kata dia.

Reporter: Antara