Pasokan Batu Bara Tersendat, PLN Didesak Kebut Pengembangan EBT

Image title
3 Agustus 2021, 13:03
pasokan batu bara, pln, pembangkit listrik, listrik
Donang Wahyu|KATADATA
Petugas PLN mengecek panel surya di rumah pelanggan di Jalan Mangunsankoro, Menteng, Jakarta Pusat. PLN didesak untuk segera mengembangkan EBT agar listrik tidak terganggu fluktuasi harga dan pasokan batu bara.

"Jadi penyesuaian secara bertahap perlu dilakukan sehingga PLN tidak mengalami tekanan finansial dan bisa melakukan efisiensi produksi tenaga listrik," ujarnya.

Direktur Eksekutif Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), Paul Butarbutar menilai kondisi tersebut menggambarkan risiko PLN terkait dengan pemanfaatan batu bara sebagai bahan bakar. Fluktuasi harga menyulitkan bagi PLN untuk beroperasi, terutama jika sampai kesulitan untuk membeli batu bara.

Untuk itu, solusi yang paling utama adalah memaksimalkan pemanfaatan energi terbarukan seperti PLTA, PLTS, PLTB dan PLTP. Meskipun investasi awal kemungkinan mahal, namun biaya operasi dari jenis pembangkit tersebut cukup rendah, kecuali untuk PLTP.

"Dengan desain insentif fiskal dan nonfiskal yang baik, biaya investasi awal bisa dikurangi, sehingga akan lebih murah bagi PLN untuk mengoperasikan pembangkit energi terbarukan tersebut," ujarnya.

Atau opsi kedua, dalam pembelian listrik, biaya bahan bakar menjadi tanggungan pembangkit, tidak ke PLN, sehingga risiko bahan bakar menjadi tanggung jawab pengusaha PLTU. Meski demikian, opsi ini akan menaikkan harga listrik dari batu bara, namun resiko di PLN menjadi kecil.

Sebelumnya, PLN mengungkapkan realisasi konsumsi batu bara untuk sektor kelistrikan masih rendah. Hingga semester I, realisasi produksi batu bara untuk kebutuhan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) PLN baru mencapai 33 juta ton atau 27% dari target tahun ini 121 juta ton.

Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN, Bob Syahril, konsumsi batu bara domestik rendah bukan karena beban puncak yang turun, melainkan gangguan pada pasokan.

"(Konsumsi batu bara) mengecil bukan karena beban, tetapi karena pasokan domestik khususnya ke PLN mengalami kendala. Jadi kami menggunakan gas dan bahan bakar minyak (BBM) untuk mengkompensasi," ujarnya kepada Katadata.co.id, Rabu (28/7).

Begitu juga pada semester II ini. Menurut Bob disparitas harga antara domestik dan ekspor akan berlanjut. Ini akan berdampak pada komitmen produsen batu bara dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri atau domestic market obligations (DMO).

Pasalnya, harga batu bara DMO dipatok US$ 70 per ton, atau separuh dari harga untuk ekspor yang mencapai US$ 143 per ton. Oleh karena itu dia meminta agar produsen batu bara tetap memenuhi komitmennya dalam memasok kebutuhan dalam negeri. "Harganya dua kali lipat. Kebutuhan batu bara kita masih tinggi," ujarnya.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...