Harga BBM Berpotensi Naik, Simak Ramalan Beragam Harga Minyak Dunia

Happy Fajrian
23 Agustus 2022, 17:03
harga minyak, harga bbm, subsidi bbm, bbm bersubsidi, subsidi energi
ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/rwa.
Ilustrasi.

Citi Perkirakan Harga Minyak US$ 45 pada 2023

Ekonom Citi memperkirakan harga minyak dapat turun signifikan mencapai US$ 65 per barel pada akhir tahun ini dan turun lagi menjadi US$ 45 per barel pada akhir 2023. Turunnya harga minyak dipengaruhi beberapa faktor.

“Harga minyak mentah bisa jatuh ke US$ 65 per barel pada akhir tahun ini dan merosot ke US$ 45 pada akhir tahun 2023 jika terjadi resesi yang akan melumpuhkan permintaan energi,” kata analis Citi Francesco Martoccia dan Ed Morse, seperti dikutip Bloomberg beberapa waktu lalu.

Adapun prospek turunnya harga minyak lebih dalam lagi didasarkan pada tidak adanya intervensi oleh negara-negara produsen yang tergabung dalam OPEC dan sekutunya, atau OPEC+, serta turunnya investasi di sektor ini.

Meski demikian ekonom Citi meyakini bahwa Amerika tidak akan masuk ke dalam resesi. “Untuk minyak, bukti historis menunjukkan bahwa permintaan menjadi negatif hanya ketika resesi global terburuk. Tapi harga minyak jatuh pada setiap resesi hingga ke level biaya marjinalnya,” kata ekonom Citi.

Kepala peneliti komoditas global Citi, Ed Morse, telah memiliki pandangan yang bearish pada harga minyak selama berbulan-bulan. Pada Juni ia mengatakan bahwa harga minyak mentah dunia saat ini sudah overvalued dan seharusnya berada di kisaran US$ 70 per barel.

Sementara itu, Amrita Sen dari Energy Aspects mengatakan bahwa resesi global yang ringan telah mempengaruhi pasar minyak dan bahkan dengan satu, harga tidak mungkin turun di bawah US$ 80-90 per barel.

Proyeksi Bullish Goldman Sachs, Harga Minyak US$ 140

Bank lain memiliki pandangan yang lebih bullish pada minyak, terutama Goldman Sachs. Kepala penelitian komoditas global Goldman Sachs, Jeffrey Currie, mengatakan bahwa risiko kenaikan minyak mentah dan produk olahan sangat tinggi sekarang.

Menurut Currie, kemunduran harga minyak baru-baru ini bisa menjadi peluang pembelian karena harga kemungkinan naik lebih tinggi pada musim panas ini. Currie memperkirakan harga minyak bisa naik ke US$ 140 per barel.

“Pada akhirnya, satu-satunya cara untuk memecahkan masalah ini adalah dengan meningkatkan investasi, jadi kami tetap berpegang pada harga minyak kami yang bergerak ke US$ 140 di musim panas, dan itu berpotensi naik lebih tinggi,” ujarnya.

Analis energi Goldman Sachs, Damien Courvalin, mengatakan harga minyak masih tinggi karena pasar masih dibebani masalah ketidaksesuaian penawaran dan permintaan.

Corvalin menjelaskan bahwa harga minyak diprediksi akan terus naik selama enam bulan pertama sejak penurunan pasar akibat resesi, didukung oleh ketatnya pasokan karena persediaan terus berkurang.

“Akhirnya, harga minyak terseret oleh ekonomi yang melambat. Goldman melihat hal itu terjadi lagi, bahkan jika kita sedang menuju resesi—setidaknya pada awal resesi,” kata dia.

Permintaan yang kuat dan pasar yang ketat kali ini diperparah oleh kurangnya investasi selama bertahun-tahun dalam eksplorasi minyak, menciptakan masalah pasokan jangka panjang yang kebal terhadap pemulihan cepat apa pun.

Prediksi Suram JPMorgan: Harga Minyak Meroket ke US$ 380

JPMorgan Chase memiliki proyeksi yang jauh lebih suram terkait harga minyak. Bank investasi global yang berbasis di Amerika ini memprediksi harga minyak dapat meroket hingga US$ 380 per barel jika Rusia membalas sanksi dari negara-negara barat dengan memangkas produksi minyaknya.

Sanksi yang dimaksud yaitu rencana negara-negara G7 yang sedang menyusun mekanisme rumit untuk membatasi harga minyak mentah Rusia untuk memangkas pendapatan penjualan komoditas energi yang dapat membiayai perang di Ukraina.

“Tetapi mengingat posisi fiskal Moskow yang kuat, negara tersebut mampu memangkas produksi minyak mentah harian sebesar 5 juta barel tanpa merusak ekonomi secara berlebihan,” kata analis JPMorgan Natasha Kaneva.

Namun, untuk sebagian besar dunia, hasilnya bisa menjadi bencana. Pemotongan 3 juta barel untuk pasokan harian akan mendorong harga minyak mentah acuan London menjadi US$ 190, sementara skenario terburuk 5 juta dapat berarti minyak mentah meroket ke US$ 380.

“Risiko yang paling jelas dan mungkin dengan pembatasan harga adalah bahwa Rusia mungkin memilih untuk tidak berpartisipasi dan malah membalas dengan mengurangi ekspor,” tulis para analis. “Kemungkinan besar pemerintah dapat membalas dengan memotong produksi sebagai cara untuk menimbulkan rasa sakit di Barat. Ketatnya pasar minyak global ada di pihak Rusia.”

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...