Stabilitas Sistem Keuangan RI Dibayangi Perang Dagang AS-Tiongkok

Agatha Olivia Victoria
1 November 2019, 17:21
KSSK yang terdiri dari Menkeu, Gubernur BI, Ketua DK OJK dan Ketua DK LPS menyimpulkan stabilitas sistem keuangan Indonesia triwulan III 2019 masih terkendali
ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Ilustrasi, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (tengah) didampingi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (kedua kanan), Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen (kanan) menyaksikan Dirut PT Bursa Efek Indonesia Inarno Djajadi (kiri) berjabat tangan dengan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso (kedua kiri) disela-sela pembukaan acara CEO Networking 2019 di Jakarta, Kamis (31/10/2019). KSSK yang terdiri dari Menkeu, Gubernur BI, Ketua DK OJK dan Ketua DK LPS menyimpulk

Mereka juga mengklaim, koordinasi kebijakan KSSK yang terus diperkuat berdampak positif pada stabilitas sistem keuangan yang tetap baik. Koordinasi kebijakan pun diarahkan untuk mempertahankan stabilitas keuangan, sehingga tetap mendorong momentum pertumbuhan ekonomi.

Selain itu, sinergi kebijakan diarahkan untuk memperkuat ketahanan eksternal. Caranya, dengan menerapkan berbagai upaya guna meningkatkan ekspor barang dan jasa, serta menarik aliran masuk modal asing, termasuk penanaman modal asing (PMA).

(Baca: Transaksi Perbankan Berjalan Normal, Meski Terjadi Aksi Massa 22 Mei)

BI bahkan memperkuat bauran kebijakan akomodatif, dengan menurunkan suku bunga acuan (BI 7-day Reverse Repo Rate/BI7DRR) 100 basis poin (bps) sejak Juli hingga Oktober 2019. Hal ini sejalan dengan prakiraan inflasi yang terkendali dan imbal hasil investasi keuangan domestik yang tetap menarik.

Otoritas moneter itu juga mengambil langkah pre-emptive untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi domestik. Pertama, meningkatkan kapasitas penyaluran kredit perbankan melalui pelonggaran pengaturan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM)/RIM Syariah.

Kedua, mendorong permintaan kredit pelaku usaha melalui pelonggaran ketentuan rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV). Menambah keringanan rasio LTV/FTV untuk kredit properti dan uang muka Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) yang berwawasan lingkungan, seperti motor atau mobil listrik.

Dari sisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pemerintah berfokus pada peningkatan kualitas belanja dan program prioritas. Pemerintah juga mengantisipasi potensi pelebaran defisit fiskal dan mempertimbangkan beberapa opsi pendanaan yang dapat diambil.

Opsi pendanaan itu baik yang berasal dari Saldo Anggaran Lebih (SAL), penarikan pinjaman tunai, maupun penerbitan Surat Berharga Negara (SBN). “Dalam hal ini, pemerintah akan mengedepankan prinsip efisiensi dan kehati-hatian dalam pengelolaan utang, dengan tetap mengendalikan rasio utang dalam batas aman,” demikian dikutip.

(Baca: Luncurkan Buku KSK, Gubernur BI Paparkan Kondisi Keuangan 2018)

Untuk melengkapi insentif fiskal dan moneter, OJK menegaskan bakal terus mengoptimalkan kontribusi sektor jasa keuangan dalam mengakselerasi pertumbuhan ekonomi. Caranya, dengan memperhatikan ketahanan sektor jasa keuangan.

Kemudian, terus memantau transmisi kebijakan moneter di pasar dan lembaga jasa keuangan. Lalu, mempertajam kebijakan dan insentif terkait pendalaman pasar, peningkatan akses keuangan, pemberdayaan UMKM dan masyarakat kecil.

Merespons tren penurunan suku bunga simpanan, LPS menurunkan tingkat bunga penjaminan pada bank umum dan BPR masing-masing 25 bps menjadi 6,5% dan 9% untuk rupiah. Sedangkan untuk valuasi asing (valas) menjadi 2% pada periode September 2019.

(Baca: PMA Triwulan I-2019 Turun, Menkeu: Prospek Indonesia Masih Positif)

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...