Hengkangnya Air Products dari dua proyek hilirisasi batu bara di Indonesia diduga lantaran tingginya harga batu bara yang membuat proyek tersebut menjadi tidak ekonomis.
PT Bukit Asam dan Pertamina harus mencari mitra strategis baru dalam menggarap proyek gasifikasi batu bara di Tanjung Enim, Sumatera Selatan, setelah Air Products and Chemical Inc. menyatakan mundur.
Proyek gasifikasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME) di Tanjung Enim, Sumatera Selatan terancam mandek seiring mundurnya Air Products and Chemicals Inc.
Jokowi dan CEO Air Products Seifi Ghasemi membahas tindak lanjut dari MoU investasi proyek hilirisasi batu bara dan turunannya yang diteken pada November 2021.
Menurut kajian IEEFA, pihak-pihak yang terlibat dalam proyek DME batu bara di Tanjung Enim , yakni PTBA, Air Products, Pertamina, akan sulit mencapai target bisnisnya karena proyek tidak feasible.
Dalam proyek hilirisasi batu bara di Tanjung Enim, Sumatera Selatan, Pertamina akan menyediakan infrastruktur hilir untuk mendistribusikan DME ke masyarakat.
Pemerintah yakin proyek DME batu bara di Tanjung Enim Sumatera Selatan dapat menghemat subsidi LPG. Sedangkan kajian konsultan asing menilai proyek ini lebih mahal dibanding impor LPG.
Pengerjaan proyek gasifikasi batu bara menjadi DME kerja sama antara Bukit Asam, Pertamina, dan Air Products ini akan menyerap 11.000-12.000 tenaga kerja.
Proyek tersebut dikerjakan oleh PT Bukit Asam, PT Pertamina, dan Air Products & Chemicals Inc. Jokowi menargetkan fasilitas hilirisasi batu bara ini mampu menekan subsidi hingga Rp 7 triliun.
Menteri BUMN Erick Thohir mendorong proyek gasifikasi batu bara menjadi DME. Alasannya, Indonesia pada 2060 tak lagi pakai batu bara untuk pembangkit listrik.