Perusahaan penyedia layanan on-demand, Grab dikabarkan dalam pembicaraan dengan investor untuk mendapatkan investasi US$ 300 juta hingga US$ 500 juta (Rp 4,4 triliun-Rp 7,4 triliun). Dana segar ini disebut-sebut untuk memperkuat bisnis keuangannya.
Sumber Reuters yang menolak diidentifikasi sebagai calon investor yang belum dipublikasikan, mengungkapkan bahwa Prudential Plc dan AIA Group Ltd terlibat dalam pendanaan tersebut. “Perusahaan asuransi kemungkinan akan berkontribusi setengah dari target,” demikian kata sumber, dikutip dari Reuters, Selasa (8/9) malam lalu.
Ia juga mengatakan, Grab menargetkan putaran pendanaan itu selesai pada Oktober tahun ini. “Menyelesaikan pendanaan baru selama periode (pandemi corona) ini juga dapat membantu Grab dalam promosi penjualannya, untuk lisensi perbankan Singapura,” kata sumber lainnya.
Isu Grab mencari pendanaan hingga Rp 7,4 triliun sudah berhembus sejak Juli lalu. Saat itu, dikutip DealStreetAsia, negosiasi yang dimaksud kabarnya berupa fasilitas pinjaman (loan facility).
Katadata.co.id juga sudah mengonfirmasi kabar tersebut kepada Grab pada Juli lalu. Namun, belum ada tanggapan.
Namun, Grab Financial memang dikabarkan tengah mencari investasi US$ 300 juta sejak awal tahun ini. Dana segar itu akan digunakan untuk memperkuat merek, sehingga unit bisnis Grab ini bisa beroperasi secara mandiri.
Informasi itu diungkapkan oleh salah satu eksekutif yang mengetahui persoalan tersebut kepada FinanceAsia. “Tidak jelas apakah dana US$ 300 juta akan berasal dari investasi luar, suntikan tunai dari Grab atau campuran keduanya,” demikian dikutip dari FinanceAsia, pada Maret lalu (17/3).
Sedangkan Grab sudah mendapatkan pendanaan US$ 850 juta atau sekitar Rp 11,84 triliun dari investor Jepang, Mitsubishi UFJ Financial Group Inc dan TIS Inc akhir Februari (25/2) lalu. Tambahan modal ini akan digunakan untuk memperkuat layanan keuangan.
Pendanaan itu datang ketika Grab diisukan akan merger dengan pesaingnya, Gojek.
Kemudian decacorn asal Singapura itu dikabarkan memperoleh dana segar lagi US$ 200 juta atau sekitar Rp 2,9 triliun pada Agustus lalu. Perusahaan modal ventura asal Korea Selatan (Korsel), Stic Investment disebut-sebut terlibat dalam pendanaan ini.
Hanya, Grab menolak berkomentar terkait kabar tersebut. "Kami tidak berkomentar terkait spekulasi di pasar," ujar juru bicara Grab kepada Katadata.co.id, bulan lalu (4/8).
Masuknya MUFG ke Grab pada Februari lalu, berfokus pada pengembangan produk dan layanan keuangan generasi baru. Bank terbesar di Jepang itu disebut-sebut menginvestasikan US$ 706 juta atau sekitar Rp 9,84 triliun.
Sedangkan TIS masuk ke Grab dengan berfokus meningkatkan infrastruktur pembayaran digital di Asia Tenggara dan Jepang. Hal ini bertujuan memperluas adopsi pembayaran digital GrabPay.
Grab memang sudah lama berfokus pada layanan keuangan. Decacorn itu mendirikan Grab Financial Group pada Maret 2018. Unit bisnis ini berfokus mengembangkan tiga layanan yakni pembayaran, perlindungan, dan pinjaman.
Head of Financial Services Grab Ankur Mehrotra menyebutkan, peluang pasar bisnis keuangan ini 20 kali lebih besar dibanding layanan berbagi tumpangan (ride-hailing). Sebab, ada sekitar 300 juta orang yang tidak memiliki rekening bank di wilayah cakupan Grab, yakni Asia Tenggara.
Regional Head of GrabFood Kell Jay Lim sempat mengatakan, perusahaannya menilai pesan-antar makanan dan keuangan bakal menjadi mesin pertumbuhan berikutnya. Sebab, kedua layanan ini menyumbang 50% lebih terhadap nilai transaksi (gross merchandise value/GMV).
“Marginnya lebih baik daripada berbagi tumpangan (ride-hailing)," kata dia dikutip dari South China Morning Post, akhir tahun lalu (11/12/2019). "Kami memulai sebagai perusahaan ride-hailing dan membangun basis pengguna, dan melihat peluang untuk memberikan lebih banyak layanan.”
Startup asal Singapura itu pun bekerja sama dengan banyak perusahaan. Selain MUFG dan TIS, Grab menggaet Kasikornbank Pcl dari Thailand, Mastercard, dan pemeringkat kredit konsumen asal Irlandia, Experian.
Pada awal 2019, Grab juga menggandeng ZhongAn Technologies International Group Limited untuk membentuk joint venture marketplace asuransi digital di Asia Tenggara. Pada akhir tahun lalu, Grab dikabarkan akan menggaet perusahaan teknologi finansial (fintech) pembayaran asal Tiongkok Ant Financial (Alipay) dan dari Amerika Serikat (AS) Paypal.
Laporan Google, Temasek dan Bain menyebutkan, nilai dari layanan keuangan digital di Asia Tenggara diproyeksi mencapai US$ 38 miliar per tahun pada 2025. Bahkan, ada peluang nilainya mencapai US$ 60 miliar atau sekitar Rp 840 triliun per tahun.
Layanan keuangan digital yang dimaksud melingkupi bank, penyelenggara jasa sistem pembayaran (PJSP), asuransi, manajemen aset hingga fintech. Segmen yang diincar yakni punya beragam layanan keuangan (banked), dapat akses keuangan tetapi tidak lengkap (unbanked), dan tidak punya akses (underbanked).
Google, Temasek dan Bain menyebutkan, potensi layanan keuangan paling besar adalah pinjam-meminjam. “Layanan pinjaman berkontribusi sekitar setengah dari peluang itu (US$ 38 miliar),” demikian dikutip dari laporan Bain yang dirilis Oktober tahun lalu (30/10).
Ketiganya menilai, layanan digital ini bisa menyentuh US$ 60 miliar atau sekitar 17% terhadap pendapatan industri jasa keuangan.
Penyebabnya, penduduk di Asia Tenggara cukup banyak. Pada 2025, populasinya diproyeksi 570 juta dengan Produk Domestik bruto (PDB) menyentuh US$ 4,7 triliun. Namun, masyarakat yang mendapat akses keuangan tergolong sedikit saat ini.
Penetrasi perbankan memang tumbuh 1,25 kali dibanding 2014. Namun, jumlahnya hanya 50% dari tingkat inklusi finansial di AS dan Inggris. Di kedua negara itu, sekitar 95% penduduknya punya akses keuangan.
Di Asia Tenggara, 7 dari 10 orang dewasa punya akses keuangan tetapi tidak lengkap (underbanked). Selain itu, ada jutaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menghadapi kesenjangan pendanaan yang besar.
Grab pun mengungkapkan rencananya menyediakan layanan keuangan bagi UMKM di Asia Tenggara. Senior Managing Director Grab Financial Group Reuben Lai mengatakan, UKM berkontribusi lebih dari 50% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) ASEAN.
“Dua pertiga UKM menyebut pendanaan bisnis dan pembiayaan sebagai masalah terbesar mereka,” kata dia dikutip dari siaran resminya, Maret lalu. Grab sendiri telah melayani lebih dari 9 juta pengusaha mikro selama enam tahun terakhir.
Perusahaan pun membentuk layanan business to business (BtoB) yang menyasar UMKM, yang disebut Grab Merchant pada Juni lalu. Setidaknya 80% mitra penjual di Grab sudah bergabung di layanan anyar ini.
Layanan itu berfokus pada tiga hal yakni pembayaran, perlindungan, dan pinjaman. Pada pembayaran, Grab memiliki GrabPay yang beroperasi di Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, dan Myanmar. Volume transaksinya tumbuh 170% secara tahunan (year on year/yoy) per April lalu.
Grab Financial pun telah membangun lebih dari 600 ribu jaringan mitra penjual (merchant) per Maret lalu.
Decacorn itu juga mengajukan lisensi bank digital di Singapura, dengan menggaet perusahaan telekomunikasi Singtel. Perusahaan mengincar layanan serupa di Malaysia.
Dari sisi pinjaman, Grab menyediakan layanan pinjaman dengan bunga berkisar 0,8% hingga 1,5% tergantung dari profil risiko pemohon pinjaman pada bulan lalu. Perusahaan juga berencana menggaet mitra e-commerce untuk menawarkan metode pembayaran cicilan (pay later).
Terakhir, dari sisi perlindungan, Grab sudah bekerja sama dengan ZhongAn Technologies International Group Limited untuk membentuk joint venture marketplace asuransi digital pada awal 2019. Yang terbaru, startup ini meluncurkan produk manajemen investasi bernama AutoInvest di negara asalnya pada bulan lalu.
Melalui layanan terbaru itu, pengguna bisa berinvestasi mulai dari 1 dolar Singapura. Perusahaan menawarkan tingkat pengembalian sekitar 1,8% per tahun. Dana investasinya akan langsung dikirim ke GrabPay.
President of Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata sempat mengatakan, perusahaan berencana merambah pasar asuransi dan keuangan di Indonesia pada tahun ini. “Akan segera kami luncurkan untuk masyarakat Indonesia,” kata dia kepada Katadata.co.id di Jakarta, akhir tahun lalu.
Katadata.co.id sudah mengonfirmasi perihal kelanjutan rencana tersebut kepada Grab. Namun, belum ada tanggapan dari perusahaan hingga berita ini diturunkan.
Di Indonesia, pesaing Grab yakni Gojek sudah memperluas layanan keuangannya. Di bidang pembayaran, Gojek memiliki GoPay yang jumlah penggunanya terbanyak pada kuartal II menurut riset iPrice dan App Annie.
Gojek juga masuk ke lini bisnis asuransi melalui GoSure, sejak Oktober 2019 lalu. Perusahaan bekerja sama dengan insurtech, PasarPolis.
Lalu, GoPay menggaet startup fintech, Pluang untuk meluncurkan layanan GoInvestasi pada Juni lalu. Melalui fitur tersebut, pengguna Gojek dapat membeli emas minimal 0,01 gram atau setara Rp 8.000.