Raksasa Teknologi Dunia Harap Joe Biden Bawa Angin Perubahan AS

Desy Setyowati
5 November 2020, 15:15
Arah Kebijakan Biden di Bidang Teknologi hingga Nasib Huawei
Budastock/123rf
Ilustrasi

Meski begitu, Biden mengatakan masih terlalu dini untuk berbicara tentang pembubaran perusahaan. Ia justru lebih condong pada regulasi yang mengekang kekuatan raksasa teknologi.

Selain itu, ia sepemikiran dengan lawannya, Trump untuk menghapus perlindungan bagi perusahaan media sosial pada section 230 UU Keterbukaan Komunikasi. “Harus segera dicabut,” kata Biden. “Menyebarkan kebohongan yang mereka ketahui palsu, dan kami harus menetapkan standar yang mirip dengan Eropa terkait privasi."

Meski begitu, raksasa teknologi justru tidak menganggap Biden sebagai ancaman. Padahal, mereka menentang keras Trump saat menyinggung section 230 melalui perintah eksekutif pada Mei lalu.

USA-ELECTION/HARRIS
USA-ELECTION/HARRIS (ANTARA FOTO/REUTERS/Rebecca Cook/WSJ/dj)

Salah satu sebabnya, para pelaku usaha Silicon Valley itu dekat dengan calon wakil presiden Biden, yakni Kamala Harris. Sebagai jaksa agung California, Harris tidak melakukan konsolidasi industri, bahkan ketika Facebook melahap pesaing yang lebih kecil.

Namun, Harris baru-baru ini menyerukan platform seperti Facebook dan Twitter untuk menindak misinformasi yang merajalela. Ia juga yang mendorong Twitter untuk menandai cuitan Trump soal kekerasan.

Perlindungan Data

Selama bertahun-tahun menjabat senator AS, Biden mensponsori regulasi yang memudahkan Biro Investigasi Federal atau FBI dan penegak hukum memantau komunikasi melalui internet, termasuk panggilan suara melalui IP dan lalu lintas (traffic) lainnya. Ia juga memperkenalkan UU Kontra-Terorisme Komprehensif dan Kontrol Kejahatan yang sangat anti-enkripsi, pada awal 1990-an.

Enkripsi diterapkan oleh sejumlah perusahaan teknologi seperti Facebook untuk mengamankan data pengguna, termasuk di Indonesia.

Meski begitu, Harris memuji CEO Facebook Mark Zuckerberg tentang penanganannya terhadap data konsumen skandal Cambridge Analytica pada 2018. Saat itu, jutaan informasi pengguna Facebook dijual kepada pihak ketiga tanpa sepengetahuan perusahaan.

Teknologi Tiongkok

Partai penyokong Biden, Demokrat mengkritik perang tarif Trump dengan Tiongkok, karena memengaruhi impor berbagai produk teknologi. Biden juga mengataan, negosiasi Trump merugikan warga Amerika.

“AS butuh aturan dan proses baru untuk mendikte hubungan perdagangan dengan negara asing,” kata Biden.

Trump boikot tiongkok
Trump boikot tiongkok (Katadata)

Banyak analis Wall Street memperkirakan, pemerintahan Biden akan mengambil sikap yang sedikit lebih lunak perihal teknologi dan kebijakan Tiongkok. “Itu bisa mengurangi risiko perusahaan teknologi AS kehilangan pelanggan di pasar utama Negeri Panda,” demikian isi laporan analis Wedbush Dan Ives dikutip dari CNN Internasional, Kamis (5/11).

Presiden Information Technology and Innovation Foundation (ITIF) Rob Atkinson pun mengatakan, banyak perusahaan teknologi AS yang tidak menyukai kebijakan Trump terkait Tiongkok. ITIF merupakan lembaga pemikir kebijakan publik yang berbasis di Washington.

"Pemerintahan Trump mempersulit mereka berurusan dengan Tiongkok,” kata Atkinson dikutip dari Nikkei Asian Review, akhir Oktober lalu (31/10). Selain itu, “ada beberapa balasan dari Beijing.”

Apple dan Google misalnya, menjadi incaran kebijakan ekspor Tiongkok. Padahal, The Economist mencatat bahwa konsumen Negeri Tirai Bambu menyumbang US$ 44 miliar terhadap penjualan produk Apple tahun lalu atau kurang dari seperlima pendapatan perusahaan di seluruh dunia.

Sektor semikonduktor AS juga kehilangan miliaran dolar karena Huawei masuk daftar hitam (blacklist) terkait perdagangan. Pembuat cip (chipset) seluler Broadcom misalnya, rugi US$ 2 miliar pada 2019. Nikkei Asia melaporkan, industri ini berpotensi buntung US$ 49 miliar jika pemisahan rantai pasok AS-Tiongkok berlanjut.

Akan tetapi, beberapa pelaku industri teknologi Tiongkok kurang optimistis bahwa Biden akan membalikkan keadaan. "Tren pemisahan tidak dapat dihentikan, karena kekuatan ekonomi Tiongkok meningkat dan mengancam kepemimpinan global AS," kata investor di perusahaan modal ventura yang berbasis di Shenzhen.

Ia menilai, perbedaan ideologi kedua negara menyebabkan kesalahpahaman dan ketidakpercayaan. Teknologi dan perusahaan Negeri Tembok Besar akan selalu dianggap memiliki hubungan dengan Beijing dan distigmatisasi. “Tak sepenuhnya diterima di AS, tidak peduli siapa presidennya,” kata dia.

Sedangkan profesor hubungan internasional di Universitas Bahasa dan Budaya Beijing Yu Wanli menilai, Biden setidaknya tidak emosional seperti Trump.

Hal senada disampaikan oleh pakar hubungan internasional Universitas Renmin di Beijing Shi Yinhong. “Demokrat tampak kurang militan. Mereka mungkin lebih berhati-hati untuk mencegah konflik militer yang terbatas dan memperhatikan komunikasi manajemen krisis dengan Tiongkok,” katanya dikutip dari Associated Press, Oktober lalu (23/10).

Wakil Presiden sekaligus Direktur Studi Tata Kelola di Brookings Institution, Darrell West sepakat bahwa Biden akan tetap keras terhadap Beijing. Meski begitu, “dia akan menciptakan lebih banyak proses untuk mengatasi masalah,” ujarnya dikutip dari Nikkei Asian Review.

Biden berjanji akan berinvestasi besar-besaran dalam teknologi baru di bawah agenda ekonomi "Beli produk Amerika". Ini termasuk US$ 300 miliar untuk kendaraan listrik, 5G hingga AI, yang sudah berkembang pesat di Tiongkok.

Selain itu, dua pertiga warga AS yang disurvei oleh Pew Research Center pada Maret lalu pun menyatakan ketidaksukaannya terhadap Tiongkok. Derek Scissors dari lembaga pemikir yang berbasis di Washington, American Enterprise Institute, menilai Biden akan mempertimbangkan pandangan masyarakat ini. 

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...