Dolar AS Dekati Rp 16.000, Ini Dampaknya ke Investasi dan Ekonomi RI

Ferrika Lukmana Sari
2 April 2024, 17:35
dolar
ANTARA FOTO/Muhammad Iqb
Warga menunjukan uang rupiah baru yang baru saja ditukarkan pada mobil kas keliling Bank Indonesia (BI) di Pasar Palmerah, Jakarta, Senin (18/3/2024). Layanan penukaran uang Rupiah melalui kas keliling merupakan wujud komitmen Bank Indonesia dalam memberikan layanan kas yang prima agar masyarakat semakin mudah untuk memperoleh uang Rupiah layak edar terlebih untuk kebutuhan Lebaran 2024.

Terlebih lagi, beberapa data kunci seperti indikator ekspor dan pertumbuhan ekonomi yang akan dirilis dalam satu bulan ke depan, ekspektasi terhadap hasil data ini dapat mempengaruhi sentimen dan pergerakan nilai tukar rupiah terhadap Dolar AS.

Risiko Pelebaran Defisit Neraca Transaksi

Kepala Ekonom Bank Permata Joshua Pardede bahkan mengatakan, Indonesia dihadapkan dengan risiko kembalinya twin deficit atau kondisi di mana ekonomi mencatatkan pelebaran defisit neraca transaksi berjalan dan defisit fiskal.

Hal ini memberi kekhawatiran terkait pembiayaan APBN ke depan sehingga memberikan sentimen negatif pada pasar obligasi Indonesia. Tercatat bahwa kepemilikan asing di Surat Berharga Negara (SBN) terus menurun sejak awal tahun 2024. 

Bank-bank sentral utama dunia juga cenderung divergen dalam menentukan arah kebijakan moneter. The Fed misalnya, kembali menegaskan bahwa keputusan suku bunga ke depan akan tetap berdasarkan perkembangan indikator ekonomi terkini.

European Central Bank (ECB) dan Bank of England (BoE) memberikan sinyal dovish, di mana pemotongan suku bunga acuan kemungkinan besar dapat terjadi lebih cepat pada tahun ini. Hal ini dipicu oleh proses disinflasi yang berlanjut dan kondisi ekonomi kawasan Eropa yang sudah mencatatkan technical recession atau kontraksi ekonomi dalam dua kuartal berurutan.

Sementara Swiss National Bank (SNB) menjadi bank sentral utama dunia yang pertama kali melakukan pemangkasan suku bunga acuan pada tahun ini, sejalan dengan tingkat inflasi yang secara konsisten sudah berada di bawah target sasaran.

Perkembangan kondisi suku bunga global yang cenderung divergen membuat sentimen risk off di pasar negara berkembang kembali meningkat, termasuk di Indonesia. Hal ini terlihat pada pasar obligasi Indonesia yang sudah mencatatkan net outflow secara year to date.

“Banyak investor dan traders cenderung kembali memindahkan portofolionya ke aset-aset yang aman sehingga memicu capital outflow dari pasar keuangan negara berkembang dan mendorong pelemahan mata uang Asia termasuk rupiah,” ujarnya.

Halaman:
Reporter: Zahwa Madjid
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...